Selasa, 26 April 2016

Majalah Tempo (on line) 1990




Laporan
Majalah Tempo (on line) tahun edisi 1990
1.    Dalam edisi tersebut terdapat artikel resensi buku sebanyak 36 buku, yaitu:
No.
Tgl Edisi
Judul Buku
Pengarang/Penyunting/Penerjemah
1
2 Juni 1990
M. NATSIR: SEBUAH BIOGRAFI
Ajip Rosidi
2
5 Mei 1990
NU DALAM TANTANGAN
S. Sinansari Ecip
3
7 April 1990
MUSLIM SEPARATISM: THE MOROS OF THE PHILIPPINES AND THE MALAYS OF SOUTHERN THAILAND
W.K. Che Man
4
10 Maret 1990
SULUK PESISIRAN
Dr. Simuh, Drs. H.M. Wasyim Bilal, Drs. Mundzirin Yusuf, dan Drs. Mohammad Damami
5
13 Oktober 1990

Irfan Mahmud Ra'ana
6
22 September 1990
REVOLUSI KAPITALIS
Peter L. Berger
Penerjemah: Mohamad Oemar
7
27 Januari 1990
DENG
David Bonavia
8
29 September 1990
MANUNGGALING KAWULA GUSTI
P.J. Zoetmulder
Penerjemah: Dick Hartoko
9
30 Juni 1990

AUSTRALIA DI MATA INDONESIA: KUMPULAN ARTIKEL PERS INDONESIA 1973-1988
Redaksi: P. Kitley, R. Chauvel, dan D. Reeve
10
30 Juni 1990

MASA MENJELANG REVOLUSI. KRATON DAN KEHIDUPAN POLITIK DI SURAKARTA, 1912-1942
George D. Larson
11
23 Juni 1990
THE LONG JOURNEY FROM TURMOIL TO SELF SUFFICIENCY
Prof. Dr. Donald W. Wilson
12
7 Juli 1990

JAKARTA IN THE INDONESIAN REVOLUTION
Robert Bridson Cribb
13
14 April 1990

DIALOG ANTARA DUNIA NYATA DAN TIDAK NYATA
Th. Sri Rahayu Prihatmi
14
13 Oktober 1990
DARMOGANDUL
Ronggowarsito
15
1 September 1990

KISAH-KISAH AJAIB SYEKH ABDULKADIR JAILANI
Dr. G.W.J. Drewes dan R.Ng. Dr. Poerbatjaraka
16
18 Agustus 1990

INDONESIA: A VOYAGE THROUGH THE ARCHIPELAGO
Penerbit: Millet Weldon Owen Ltd.
17
9 Juni 1990

ISLAND OF BALI
Miguel Covarrubias
18
27 Oktober 1990

"PETISI SOETARDJO" DAN PERJUANGANNYA
Drs. Setiadi Kartohadikusumo
19
31 Maret 1990

PERSPEKTIF ISLAM DI ASIA TENGGARA
Penyunting: Azyumardi Azra
20
24 Maret 1990

DINAMIKA REVOLUSI ISLAM IRAN
M. Riza Sihbudi
21
24 Maret 1990

PEREMPUAN DI TITIK NOL
Nawal el-Saadawi
22
24 Maret 1990

MOHAMMAD HATTA, BIOGRAFI POLITIK
Deliar Noer
23
17 Maret 1990

PANDANGAN DAN GEJOLAK MASYARAKAT KOTA DAN LAHIRNYA REVOLUSI INDONESIA (SURABAYA 1926-1946)
William H. Frederick
24
4 Agustus 1990

BIANGLALA
A.A. Navis
25
6 Januari 1990

SUMUR TANPA DASAR
Arifin C. Noer
26
8 September 1990

SAN PEK ENG TAY, ROMANTIKA EMANSIPASI SEORANG PEREMPUAN
Diceritakan Kembali: Oey Kim Tiang Diedit dan Kata Pengantar: Achmad Setiawan Abadi
27
10 November 1990

KODRAT WANITA: VROUWBEELDEN IN INDONESISCHE ROMANS (Kodrat Wanita: Gambaran tentang wanita dalam novel-novel Indonesia)
Christine Maria Soelie Hellwig
28
22 Desember 1990

DARI MOCHTAR LUBIS HINGGA MANGUNWIJAYA
Th. Sri Rahayu Prihatmi
29
8 Desember 1990

BISMA, WARRIOR PRIEST OF THE MAHABHARATA Judul asli: Resi Bisma Dewabrata
Karya: Satyagraha Hoerip
Alih bahasa: David Irvine
30
13 Januari 1990

KEGELISAHAN SEORANG FEMINIS - SOSOK VIRGINIA WOOLF
M.A.W. Brouwer dan Myra Sidharta
31
24 Februari 1990

MANUSIA, ILMU, DAN TEKNOLOGI (PERGUMULAN ABADI DALAM PERANG DAN DAMAI)
Prof. Dr. Teuku Jacob
32
24 Februari 1990

REFORMASI TANPA KETERBUKAAN: CINA SESUDAH REVOLUSI KEBUDAYAAN
Liang Heng dan Yudith Shapiro
33
14 Juli 1990

SINGAPURA: THE LEGACY OF LEE KUAN YEW
R.S. Milne dan Dianne K. Mauzy
34
17 Februari 1990

BANTUAN MEMATIKAN
Brigitte Erler
35
17 Februari 1990

CENDEKIAWAN ISLAM ZAMAN BELANDA
Ridwan Saidi
36
28 April 1990

CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR AL-AZHAR
Dr. Yunan Yusuf

2.    Dalam edisi tersebut terdapat artikel resensi buku sastra sebanyak...yaitu:
3.    Buku sastra yang paling peting adalah SAN PEK ENG TAY, ROMANTIKA EMANSIPASI SEORANG PEREMPUAN yang diceritakan kembali: Oey Kim Tiang.
4.    Alasan buku tersebut menjadi paling penting karena cerita yang sebenarnya berasal dari kebudayaan rakyat cina tersebut sangat populer, bahkan mendapat penghargaan sebagai kisah percintaan sepanjang zaman, San Pek Eng Tay juga disebut sebagai Romeo Juliet versi bangsa Timur, karena kepopuleran cerita ini yang mendapat sorotan dari berbagai pihak serta jenis dari cerita ini yang merupakan cerita rakyat, sehingga wajar jika terdapat banyak versi penceritaan dari San Pek Eng Tay tersebut. Hal itu dikarenakan, para penulisnya menceritakan dari segi aspek yang berbeda-beda sesuai dengan aspek apa yang mendominasi persepsinya, seperti halnya yang dilakukan oleh Oey Kim Tiang (OKT), yang lebih dikenal sebagai penyadur cerita silat Cina ke bahasa Indonesia. Pada usia senjanya, yaitu 85 tahun, OKT masih bersemangat ingin menunjukkan bagian yang "tak berkenan". Bersama Achmad Setiawan Abadi, yang mengedit dan memberi kata pengantar, OKT menyadur San Pek Eng Tay berdasar versi Chang Hen Shui dalam buku setebal 302 halaman yang diterbitkan oleh Yayasan Obor, Jakarta. Dalam buku tersebut ia ingin meluruskan yang selama ini dianggapnya kurang tepat khususnya bagian penulisan San Pek Eng Tay bukan Sam Pek Eng Tay yang menurut Achmad, itu adalah sebuah kisah nyata pada abad ke-4 masehi. San Pek Eng Tay, seperti yang disarankan subjudulnya, adalah kisah tentang emansipasi seorang perempuan. San Pek dan Eng Tay hidup pada masa pemerintahan Raja Bok Tee. Dalam versi ini, Eng Tay memang kaya pengetahuan dan punya perpustakaan dengan 12 rak buku. "Bukankah Papa pun tahu, pada permulaan dinasti Ciu, sudah ada wanita yang berperan serta?" debat Eng Tay ketika ayahnya mencegahnya agar tak bersekolah tinggi. Karakter Eng Tay dalam versi populer hanya menunjukkan kecantikan dan kecerdikannya, sedangkan saduran OKT menekankan Eng Tay sebagai perempuan yang kritis, progresif, dan konsisten. Ia telah berani meruntuhkan feodalisme Cina yang bercokol berabad-abad. Dengan menyamar menjadi lelaki, ia berhasil mendapatkan pendidikan tinggi dan berani memilih jodohnya sendiri. Setelah San Pek mati pun, Eng Tay bersikeras tak mau menikah dengan lelaki kaya pilihan orangtuanya. "... dengan kekuasaan Papa sebagai orangtua, apakah aku bisa dijualbelikan?" tanyanya. Saduran OKT memperlihatkan bahwa perjuangan emansipasi Eng Tay sangat primer. Sementara itu, versi populer lebih menonjolkan sisi percintaan kedua insan. Dari saduran ini, kita tahu bahwa Eng Tay tak membuka bajunya untuk mengakhiri penyamaran. Menurut OKT, versi itu sangat vulgar dan merendahkan martabat Eng Tay sebagai wanita. Versi Chang tentang pembukaan penyamaran itu memang berliku. San Pek tahu siapa sebenarnya Eng Tay dari istri gurunya. "Memang saya memilih versi Eng Tay membuka sedikit bagian atas jubahnya," tutur Riantiarno. "Penggambaran adegan menurut versi Chang bisa memakan waktu 30 menit," kata sang sutradara. Ia mengaku sudah membaca delapan versi San Pek Eng Tay. Membaca saduran OKT, San Pek Eng Tay, kita akan merasakan bahwa buku ini sebagai sebuah karya sastra. Bukan cuma cerita tanpa kedalaman. "Pohon-pohon bambu ini berdiri tegak lurus. Walau kau telah menebangnya, mereka tetap saja lurus," kata Eng Tay. Di sini kisah San Pek Eng Tay tak lagi menyajikan kecengengan. Lewat sadurannya, OKT berhasil memperlihatkan bahwa perjuangan emansipasi Eng Tay yang sebenarnya memang mengharukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar