BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa Indonesia termasuk kelompok
bahasa yang mempunyai struktur gramatika yang kompleks. Hal tersebut dapat
diketahui dari bentuk kalimat dan pembentukan kata secara morfologisnya. Faktor
tersebut membuat kalimat dan kata dalam bahasa Indonesia mempunyai beragam
penafsiran dan makna. Salah satunya tentang frase (kumpulan kata) dan kata
majemuk. Penerapan dalam kalimat yang hampir sama membuat frase dan kata
majemuk sedikit sulit dibedakan. Untuk itulah diperlukan pemahaman yang cermat
agar dapat mengerti perbedaan antara keduanya.
Frase dan kata majemuk digunakan dalam
kalimat dalam suatu bacaan, maupun dalam percakapan antar individu. Persepsi
yang beragam dapat memunculkan berbagai pemaknaan tentang suatu frase atau kata
majemuk itu sendiri. Oleh karena itulah makalah ini menyajikan hal-hal mengenai
frase dan kata majemuk, mulai dari pengertian masing-masing, contoh, hingga
persamaan dan perbedaan antara keduanya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari frase dan kata majemuk?
2. Bagaimana
perbedaan antara keduanya?
3. Bagaimana
contoh dari frase dan kata majemuk?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kata Majemuk
Berikut
adalah pengertian dari kata majemuk yang diambil dari beberapa sumber.
1. Verhaar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut kata
majemuk kalau hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaksis. Komposisi atau
pemajemukan adalah proses morfemis yang menggabungkan dua morfem atau pradasar
menjadi satu kata, yaitu kata majemuk atau kompaun.
2. Abdul Chaer (1994) berpendapat bahwa komposisi adalah hasil
dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas
maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki
identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
3. Kata majemuk
adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki struktur tetap dan tidak
dapat di sisipi kata lain.
4. Kata majemuk atau kompositum adalah
gabungan morfem dasar
yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang
mempunyai pola fonologis,
gramatikal,
dan semantis yang
khusus menurut kaidah bahasa yang
bersangkutan.
5. Kata majemuk adalah gabungan
dua kata atau lebih yang membentuk arti baru atau suatu kesatuan makna.
(peperonity.com/go/sites/mview/bahasa-indonesia/17766199)
6. Kata
majemuk adalah gabungan dua buah morfem dasar atau lebih yang mengandung satu
pengertian baru. Kata majemuk tidak menonjolkan arti tiap kata. tetapi gabungan
kata itu secara bersama-sama membentuk suatu makna atau arti baru.
7. Pendapat Ramlan (1985) tentang kata majemuk adalah suatu kata
baru yang merupakan gabungan dua kata sebagai unsurnya.
8. Sutan Takdir Alisjahbana (1953), berpendapat bahwa kata
majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan
gabungan makna unsurnya-unsurnya.
9. Kridalaksana (1985) menyatakan kata majemuk haruslah tetap
berstatus kata.
10. Menurut Soedjito, kata majemuk adalah hasil
dari proses penggabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan satu makna baru
yang khusus.
11. Kelompok linguis yang berpijak pada tata bahasa struktural
menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk jika di antara unsur-unsur
pembentuknya tidak dapat disisipkan apa-apa tanpa merusak komposisi itu atau
jika unsur-unsurnya tidak dapat dipertukarkan tempatnya.
12. Linguis kelompok lain, ada juga yang menyatakan sebuah
komposisi adalah kata majemuk kalau identitas leksikal komposisi itu sudah
berubah dari identitas leksikal unsur-unsurnya.
Ada
tiga golongan ahli yang telah bekerja
di dalam sejarah pencarian identitas dan eksistensi kata majemuk bahasa
Indonesia.
1. Golongan pertama adalah para ahli tatabahasa tradisional yang
telah menemukan “sebuah pengertian” atau “arti lain yang tidak sama lagi dengan
arti asal unsurnya” sebagai ciri kata majemuk di dalam bahasa Indonesia.
2. Golongan kedua adalah mereka yang ingin menolak “pengertian
baru” itu, tetapi menemukan “kedua unsurnya tidak dapat dipisahkan atau
dibalikkan” sebagai ciri kata majemuk.
3. Golongan ketiga adalah mereka yang menggunakan konsep kata
majemuk bahasa-bahasa Barat untuk mencari ciri dan identitas kata majemuk
bahasa Indonesia.
Kalau
golongan pertama dan kedua menemukan adanya
kata majemuk bahasa Indonesia, tetapi golongan yang ketiga tidak menemukan
apa-apa. Alhasil, menurut mereka dalam bahasa Indonesia tidak ada kata majemuk.
Ciri-ciri
Komposisi (Kata Majemuk) Menurut Beberapa Tokoh
1. Ramlan (1985) berpendapat mengenai ciri-ciri kata majemuk
adalah sebagai berikut.
a. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata.
Satuan
gramatik yang unsurnya berupa kata dan pokok kata, atau pokok kata semua, berdasarkan
ciri ini, merupakan kata majemuk. Hal itu dikarenakan pokok kata merupakan
satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Selain
itu, pokok kata secara gramatik tidak memiliki sifat bebas. Oleh sebab itu,
gabungan dengan pokok kata tentu tidak dapat dipisahkan atau diubah
strukturnya. Dengan demikian, setiap gabungan dengan pokok kata merupakan kata
majemuk. Misalnya: kolam renang, pasukan tempur, barisan tempur, lomba lari,
kamar kerja, jam kerja, waktu kerja, dan lain-lain.
b. Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin
diubah strukturnya.
Satuan kaki tangan berbeda dengan meja kursi meskipun unsur-unsurnya sama, ialah semuanya berupa kata nominal. Di antara meja dan kursi dalam meja kursi dapat disisipkan kata dan menjadi meja dan kursi, sebaliknya di antara kaki dan tangan dalam kaki tangan tidak dapat disisipkan kata dan. Kalau disisipkan kata dan, maka artinya akan berbeda.
Satuan kaki tangan berbeda dengan meja kursi meskipun unsur-unsurnya sama, ialah semuanya berupa kata nominal. Di antara meja dan kursi dalam meja kursi dapat disisipkan kata dan menjadi meja dan kursi, sebaliknya di antara kaki dan tangan dalam kaki tangan tidak dapat disisipkan kata dan. Kalau disisipkan kata dan, maka artinya akan berbeda.
2. Sedangkan menurut Soedjito, ciri-ciri kata majemuk adalah
sebagai berikut.
a. Kata majemuk dibedakan dengan frasa.
b. Komponen kata majemuk tidak dapat dibalik susunannya.
c. Jika mengalami proses pembentukan kata, kata majemuk itu
menjadi bentuk dasar secara utuh. Contoh:
Kereta api →
perkeretaapian
Tanggung jawab → pertanggungjawaban
Kambing hitam → mengambinghitamkan
Tanggung jawab → pertanggungjawaban
Kambing hitam → mengambinghitamkan
d. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata.
Kata
majemuk dapat dibedakan menurut sudut penulisannya, kelas kata
yang membentuk-nya, dan hubungan kedua kata (morfem) pembentuknya.
1. Pembedaan Kata Majemuk Berdasarkan
Cara Penulisannya
a. Kata
Majemuk senyawa
Kata majemuk
senyawa adalah kata majemuk yang cara penulisannya dirangkaikan. seolah-olah
telah melebur menjadi satu kata baru. Misalnya: matahari, hulubalang, bumiputra,
dan lain-lain.
b. Kata
majemuk tak-senyawa
Kata majemuk
tak-senyawa adalah kata majemuk yang cara penulisan morfem-morfem dasarnya
tetap terpisah. Misalnya: sapu tangan, kumis kucing, cerdik pandai, dan
lain-lain.
2. Pembedaan Kata Majemuk Berdasarkan
Kelas Kala Pembentuknya
Berdasarkan kelas kata pembentuknya. kata majemuk dapat dibedakan atas:
Berdasarkan kelas kata pembentuknya. kata majemuk dapat dibedakan atas:
a. Kata
majemuk yang terdiri atas kata benda + kata benda
Misalnya: kapal udara, anak emas, sapu tangan, dan lain-lain.
Misalnya: kapal udara, anak emas, sapu tangan, dan lain-lain.
b. Kata
majemuk yang terdiri atas kata benda + kata kerja
Misalnya: kapal terbang, anak pungut, meja makan, dan lain-lain.
Misalnya: kapal terbang, anak pungut, meja makan, dan lain-lain.
c. Kata
majemuk yang terdiri atas kata benda + kata sifat
Misalnya: orang tua, rumah sakit, pejabat tinggi, dan lain-lain.
Misalnya: orang tua, rumah sakit, pejabat tinggi, dan lain-lain.
d. Kata
majemuk yang terdiri atas kata sifat + kata benda
Misalnya: panjang tangan, tinggi
hati, keras kepala, dan lain-lain.
e. Kata
majemuk yang terdiri atas kata bilangan + kata benda
Misalnya: pancaindera, dwiwarna, sapta marga, dan lain-lain.
Misalnya: pancaindera, dwiwarna, sapta marga, dan lain-lain.
f. Kata
majemuk yang terdiri atas kata kerja + kata kerja
Misalnya: naik turun, keluar masuk, pulang pergi, dan lain-lain.
Misalnya: naik turun, keluar masuk, pulang pergi, dan lain-lain.
g. Kata
majemuk yang terdiri atas kata sifat + kata sifat
Misalnya: tua
muda, cerdik pandai, besar kecil, dan lain-lain.
3. Pembedaan Kata Majemuk Berdasarkan
Hubungan Kata Pembentuknya Ditinjau dari segi hubungannya.
a. Kata
majemuk yang morfem pertama nya merupakan awalan (prefiks), seperti: prasarana,
prasejarah, tanadil, dan lain-lain.
b. Kata
majemuk yang morfem pertamanya merupakan pangkal kata, seperti: rumah sakit,
kapal udara, meja belajar, dan lain-lain.
c. Kata
majemuk yang morfem keduanya merupakan pangkal kata, seperti: mahasiswa,
bumiputra, purbakala, dan lain-lain.
d. Kata
majemuk yang morfem pertamanya mempunyai hubungan sederajat dengan morfem
keduanya, seperti: naik turun, besar kecil, pulang pergi, sanak saudara, dan
lain-lain.
B.
Frasa
Berikut
adalah pengertian dari frasa yang diambil dari beberapa sumber.
1. Abd. Syukur Ibrahim, dkk berpendapat bahwa frasa adalah satuan
gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas
fungsi unsur klausa.
Dari
batasan tersebut dapat dikemukakan bahwa frasa mempunyai dua sifat, yaitu
sebgai berikut.
a. Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata
atau lebih.
b. Frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur
klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa,
yaitu S, P, O, Pel, atau Ket.
2. Abdul Chaer (1994) menyatakan frasa lazim didefinisikan
sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat.
3. Frasa adalah
satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi
kalimat. Oleh karena itu, frasa bersifat:
a. frasa
terdiri atas dua kata atau lebih,
b. frasa selalu
menduduki satu fungsi kalimat.
4. Chaer
(1991:222), frasa didefinisikan sebagai
satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di
dalam kalimat.
5. Menurut
Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau
lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan.
6. Keraf (1984: 138) menyebutkan bahwa frasa adalah satuan kontruksi yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang
membentuk satu kesatuan.
7. Frase
lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata
yangbersifat non predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi
salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
8. Frase adalah satuan sintaksis yang satu tingkat berada
dibawah klausa dan satu tingkat berada di atas satuan kata.
Jadi, dengan
kata lain frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi satu
batas fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek,
pelengkap dan keterangan.
Frasa terdiri
dari dua unsur, yaitu:
1. unsur
inti (D) = diterangkan,
2. unsur
atribut/ pewatas/ penjelas (M) = menerangkan.
Frasa
dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
a. Sebuah frasa
dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau
setara.
b. Frasa bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan
atribut.
2.
Frasa Idiomatik
Frasa digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai
berikut.
1. Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya
(pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Frasa
Endosentris
Kedudukan frasa
ini dalam fungsi tertentu dapat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang
dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat
(UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur
pusat. Frasa endosentris dibagi menjadi tiga.
1)
Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu
frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal
yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
2)
Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa
endosentris yang memiliki unsur pusat dan mempunyai unsur yang termasuk
atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan
unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
3)
Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa
endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang
sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Frasa yang hanya
terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris
koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah
hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi
aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa
endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi
frasa endosentris koordinatif.
b. Frasa
Eksosentris
Frasa
Eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya.
Atau dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai prilaku
sintaksis yang sama dengan keseluruhan. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat.
Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Menurut Imam
(2008), Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
1)
Frase Eksosentrik yang Direktif
Komponen
pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa
kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
2)
Frase Eksosentrik yang Nondirektif
Komponen pertamanya
berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan “kaum”,
sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva atau
verba.
2. Berdasarkan
kategori/kelas kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
a. Frasa
Benda atau Frasa Nomina, yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang
termasuk kategori nomina. Unsur pusat frasa nomina itu berupa:
1)
nomina sebenarnya,
2)
pronomina,
3)
nama,
4)
kata-kata selain nomina, tetapi
strukturnya berubah menjadi nomina.
b. Frasa
Kerja atau Frasa Verba, yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata verba.
Secara morfologis, unsur pusat frasa verba biasanya ditandai adanya afiks
verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ’sedang’
untuk verba aktif, dan kata ’sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak
dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
c. Frasa
Sifat atau Frasa Ajektifa, yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata
ajektifa. Unsur pusatnya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak,
alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
d. Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia, yaitu frasa yang
distribusinya sama dengan kata keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga
berupa kata keterangan dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai
keterangan. Frasa adverbia ada dua, yaitu:
1)
Frasa keterangan sebagai keterangan.
Frasa keterangan biasanya mempunyai
keleluasaan berpindah karena berfungsi sebagai keterangan. Oleh karena itu,
frasa keterangan dapat terletak di depan atau di belakang subjek atau di awal
dan di akhir kalimat.
2)
Frasa keterangan sebagai keterangan pada kata kerja.
e. Frasa
Bilangan atau Frasa Numeralia adalah frasa yang unsur pusatnya berupa kata
numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah
tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan:
ekor, buah, dan lain-lain.
f. Frasa
Depan atau Frasa Preposisional, yaitu frasa yang ditandai adanya preposisi atau
kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa)
sebagai petanda.
g. Frasa
Konjungsi, yaitu frasa
yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti
klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda
dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
C.
Persamaan Antara Kata Majemuk dengan Frasa
1. Kata majemuk merupakan gabungan dari morfem atau kata, demikian halnya dengan
frasa yang merupakan perluasan dari kata (gabungan dari kata-kata).
2. Apabila frase dibedakan dari klausa
(kalimat) dengan ciri tidak adanya predikat (bukan konstruksi predikatif) maka kata majemuk pun
adalah gabungan kata yang bukan konstruksi predikat (lihat kata majemuk rumah makan dan kamar tidur).
3. Kata majemuk sekelompok dengan frase, yaitu sama-sama gabungan kata yang
bukan predikat.
4. Sebenarnya kata majemuk tidak sama persis dengan frase biasa. Akan tetapi,
perbedaan kata majemuk dengan frase bukanlah perbedaan yang prinsip, bukan
ciri-ciri khusus, melainkan hanya prilaku sintaksisnya. Oleh sebab itu masih
bisa digolongkan dengan frase.
5. Apabila dipandang dari segi klausa atau kalimat (secara sintaksis) maka
kata majemuk sama dengan kata dan frase yaitu sama sebagai pengisi gatra dalam
klausa atau kalimat. Artinya unsur langsung dari klausa atau kalimat
kadang-kadang berupa kata, frase, atau, kata majemuk dan masing-masing dapat
ditersendirikan atau menjadi calon kalimat minor.
D.
Perbedaan Antara Kata Majemuk dengan Frasa
Perbedaan
kata majemuk dengan frasa berdasarkan dari beberapa konsep adalah sebagai
berikut.
Ø
Para tata bahasawan
tradisional melihat kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru
atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frasa adalah bahwa frasa tidak
memiliki makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal. Contoh
bentuk meja hijau yang berarti pengadilan adalah kata majemuk, sedangkan meja
saya yang berarti ‘saya punya meja hijau’ adalah sebuah frasa.
Ø
Konsep linguis
stuktural menyatakan bahwa kedua komponen kata majemuk tidak dapat disela
dengan unsur lain. Contoh bentuk mata sapi yang berarti ‘telur goreng tanpa
dihancurkan’ karena tidak bisa disela dengan unsur lain, adalah sebuah kata
majemuk. Sebaliknya, contoh mata guru yang berarti ‘mata kepunyaan guru’,
karena dapat disela, misalnya menjadi mata guru adalah sebuah frasa.
Ø
Konsep bahwa salah satu
atau kedua komponen kata majemuk berupa morfem dasar terikat, makanya bedanya
dengan frasa adalah bahwa kedua komponen frasa selalu terdiri dari morfem bebas
atau bentuk yang benar-benar berstatus kata. Contoh, bentuk daya juang karena
memiliki komponen yang berupa morfem dasar terikat (yaitu juang) adalah kata
majemuk; sedangkan bentuk lemari buku karena komponen-komponennya berupa morfen
dasar bebas, adalah sebuah frasa, bukan kata majemuk.
Menurut
I. G. N. Oka dan Suparno (1994), orang lazim membedakan kata majemuk dengan
frasa, perbedaan kata majemuk dan frasa dapat dinyatakan sebagai berikut.
1. Kata majemuk terdiri dari
unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan oleh unsur-unsur lain,
sedangkan frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya dapat dipisahkan oleh
unsur lain. Penyisipan unsur lain dalam kata majemuk itu mengakibatkan status
kata majemuk menjadi bukan kata majemuk lagi.
2. Kata majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami
proses morfologis mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar. Untuk
membuktikan berlakunya ciri itu dapat digunakan afiksasi dengan morfem simultan
atau morfem kombinasi yang mengapit bentuk dasar.
Menurut
Verhaar (1993: 99), kata majemuk dibedakan atas dua jenis, yaitu
1. Kata majemuk yang komponennya berurutan dengan cara yang
terdapat juga dalam frasa, jadi menurut kaidah urutan sintaksis. Jenis ini
disebut “kata majemuk sintaksis” (syntactic compounds).
2. Kata majemuk yang komponennya berurutan dengan cara yang
tidak mungkin menurut kaidah urutan konstituen sintaksis. Jenis ini disebut
“kata majemuk asintaksis” (asyntactic compounds).
Menurut
Verhaar (1993), dalam pembedaan antara kata majemuk dan frasa tidak ada
permasalahan dengan kata majemuk asintaksis. Justru karena komponen-komponennya
mempunyai urutan yang tidak mungkin secara sintaksis, tentu saja mudah dikenali
sebagai kata majemuk.
Menurut
peristilahan terkenal dari Takdir Alisjahbana, yakni “hukum DM”, artinya “hukum
bahwa yang diterangkan selalu mendahului apa yang menerangkan”.
Jika
kita melihat pendapat dari Kridalaksana (1996) mengenai pemajemukan, yaitu
proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata, jelas
menempatkan kata majemuk sebagai satuan yang berbeda dari frasa. Frasa adalah
gabungan kata, bukan gabungan leksem. Secara empiris, Kridalaksana membedakan
kata majemuk dari frasa dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Ketaktersisipan artinya di antara komponen-komponen kata
majemuk tidak dapat disisipi apapun.
2. Ketakterluasan artinya komponen kompositum (kata majemuk) itu
masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi
kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya sekaligus.
3. Ketakterbalikkan artinya komponen kompositum (kata majemuk)
tidak dapat dipertukarkan.
Secara garis besar, kata majemuk dibentuk oleh proses pemajemukan atau komposisi yang merupakan proses morfologis,
sedangkan frasa dibentuk oleh proses sintaksis.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa frasa dan kata majemuk dapat dibedakan
secara lengkap dan jelas, yakni kata majemuk dan frasa, yang sering ditanyakan
perbedaannya, dapat disimpulkan perbedaannya sebagai berikut.
1. Kata
majemuk
a. Kata
majemuk terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan dan
tidak dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b. Komposisi
unsur-unsur tersebut menimbulkan makna baru.
c. Kata
majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami proses morfologis
mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar (ketakterluasan).
d. Komponen-komponen
kata majemuk tidak dapat dipertukarkan.
2. Frasa
a. Frasa
terdiri dari unsur-unsur yang anggota-anggotanya dapat dipisahkan oleh unsur
lain dan dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b. Gabungan
dari unsur-unsur tersebut tidak mempunyai makna baru.
c. Komponen-komponen
frasa masing-masing atau salah satunya dapat difiksasikan atau dimodifikasikan
(mengalami proses morfologis).
d. Komponen-komponen
frasa dapat dipertukarkan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kata
majemuk adalah dua kata atau lebih yang menjadi satu dan menunjuk atau
menimbulkan pengertian baru.
2. Frasa
adalah satuan linguistik yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa
atau kalimat yang merupakan kumpulan kata nonpredikatif atau tidak memiliki
predikat dalam strukturnya.
3.
Persamaan Antara
Kata Majemuk dengan Frasa
a. Kata majemuk merupakan gabungan dari morfem atau kata, demikian halnya dengan
frasa yang merupakan perluasan dari kata (gabungan dari kata-kata).
b. Apabila frase dibedakan dari klausa
(kalimat) dengan ciri tidak adanya predikat (bukan konstruksi predikatif) maka kata majemuk pun
adalah gabungan kata yang bukan konstruksi predikat (lihat kata majemuk rumah makan dan kamar tidur).
c. Kata majemuk sekelompok dengan frase, yaitu sama-sama gabungan kata yang
bukan predikat.
d. Sebenarnya kata majemuk tidak sama persis dengan frase biasa. Akan tetapi,
perbedaan kata majemuk dengan frase bukanlah perbedaan yang prinsip, bukan
ciri-ciri khusus, melainkan hanya prilaku sintaksisnya. Oleh sebab itu masih
bisa digolongkan dengan frase.
e. Apabila dipandang dari segi klausa atau kalimat (secara sintaksis) maka
kata majemuk sama dengan kata dan frase yaitu sama sebagai pengisi gatra dalam
klausa atau kalimat. Artinya unsur langsung dari klausa atau kalimat
kadang-kadang berupa kata, frase, atau, kata majemuk dan masing-masing dapat
ditersendirikan atau menjadi calon kalimat minor.
4. Secara
garis besar, kata majemuk dibentuk oleh proses pemajemukan atau komposisi yang merupakan proses morfologis,
sedangkan frasa dibentuk oleh proses sintaksis.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa frasa dan kata majemuk dapat dibedakan
secara lengkap dan jelas, yakni kata majemuk dan frasa, yang sering ditanyakan
perbedaannya, dapat disimpulkan perbedaannya sebagai berikut.
a. Kata
majemuk
1)
Kata majemuk terdiri dari unsur-unsur
yang anggotanya tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat disisipi apapun di
antara komponennya.
2)
Komposisi unsur-unsur tersebut
menimbulkan makna baru.
3)
Kata majemuk merupakan suatu keutuhan
sehingga jika mengalami proses morfologis mendapatkan perlakuan sebagai satu
bentuk dasar (ketakterluasan).
4)
Komponen-komponen kata majemuk tidak
dapat dipertukarkan.
b. Frasa
1)
Frasa terdiri dari unsur-unsur yang
anggota-anggotanya dapat dipisahkan oleh unsur lain dan dapat disisipi apapun
di antara komponennya.
2)
Gabungan dari unsur-unsur tersebut tidak
mempunyai makna baru.
3)
Komponen-komponen frasa masing-masing
atau salah satunya dapat difiksasikan atau dimodifikasikan (mengalami proses
morfologis).
4)
Komponen-komponen frasa dapat
dipertukarkan.
Daftar
Pustaka
Alimhanas. 2010. Kata Majemuk. http://alimhanas.wordpress.com/2010/09/28/kata-majemuk/.
Diunduh pada 1 Desember.
Anonim.
2010. Definisi
frasa. http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html.
Diunduh pada 1 Desember.
Anonim.
2010. Frase dan Jenis-jenis Frase dalam
Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab. http://imam-hambali.blogspot.com/2010/05/frase-dan-jenis-jenis-frase-dalam.html.
Diunduh pada 7 Desember.
Anonim.
2008. Kata Majemuk. http://bahasakebanggaan.blogspot.com/2008/12/kata-majemuk-kata-majemuk-adalah.html.
Diunduh pada 1 Desember.
Anonim.
Unsur Frasa. http://bahasakubahasamu.wordpress.com/2008/06/28/frase-idiom-dan-kata-majemuk/.
Diunduh pada 1 Desember.
Hafijah.
Masalah
Kata Majemuk, Idiom, dan Frasa. http://haveza.multiply.com/reviews/item/5?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem.
Diunduh pada 7 Desember.
Nurhayati,
Endang. Morfologi Bahasa Jawa.
Yogyakarta: PBD FBS UNY.
Saif.
2008. Frasa, Klausa, Kalimat, dan
Sintaksis. http://zieper.multiply.com/journal/item/38.
Diunduh pada 8 Desember.
Viwwit.
2011. Pengertian Kata Majemuk. http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2209110-pengertian-kata-majemuk/#ixzz1fq0RjBuv. Diunduh pada 7 Desember.
Widawati, Colin Widi. 2010. Frasa, Klausa, Kalimat Struktur dan Analisisnya. http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/10/13/.
Diunduh pada 1 Desember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar