Manajemen
pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa penataan,
pengaturan, pengelolaan, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis, yang
tergabung dalam organisasi pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan
efisien.
PENDAHULUAN
Manajemen
pendidikan bertujuan menata, mengatur, mengelola segala sesuatu yang berkenaan
dan atau berkaitan dengan kegiatan dengan kegiatan pendidikan agar mendukung
upaya pencapaian tujuan didikan secara normatif, efektif, dan efisien. Oleh
karena itu, manajemen pendidikan dilaksanaka dengan kerangka pengembangan
sumber daya manusia, bukan hanya pelaksaan tugas untuk tugas, sehingga
diharapkan pelaksana juga berkembang kepribadiaan dan kemampuan-kemampan
dirinya. Orientasi manajemen pendidikan memusat pada peserta didik, sehingga
kepentingan peserta didik menjadi landasan dan muara kegiatan.
Berdasarkan
ruang lingkupnya, manajemen pendidikan dapat
dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu urutan kegiatan, pelaksana, dan
objek garapan atau komponen-komponennya. Dalam makalah ini hanya membahas pada
objek garapan dengan titik tolak pada
“dapur inti” yaitu kegiatan belajar mengajar di kelas yang berupa manajemen
pembiayaan pendidikan.
MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
A.
Pengertian
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Keuangan yang erat hubungannya dengan pembiayaan
merupakan masalah yang sangat penting bagi terselenggaranya kegiatan pendidikan
di suatu lembaga pendidikan atau
sekolah. Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah sistem yang mengatur kegiatan
dalam bidang pembiayaan tersebut,
sehingga dikenal istilah manajemen pendidikan. Manajemen pembiayaan pendidikan
adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan penataan sumber, pengelolaan,
penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau lembaga
pendidikan dengan mendayagunakan sumber-sumber biaya pendidikan secara efektif
dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan secara optimal. Selanjutnya yang akan dibahas adalah
administrasi pembiayaan pada pendidikan formal (sekolah) yang kegiatannya
meliputi 3 (tiga) hal, yaitu:
1.
Penyusunan anggaran (budgeting)
Pada
dasarnya anggaran belanja adalah suatu pernyataan sumber-sumber keuangan yan terurai
yang perlu untuk melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu
tahun fiskal. Proses pembuatan anggaran pendidikan melibat penentuan
pengeluaran maupun pendapat yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.
Kegiatan penyusunan anggaran akan menghasilkan suatu Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). RAPBS ini harus dibuat untuk diterapkan
dalam suatu periode tertentu. Umumnya satu tahun ajaran mempunyai satu RAPBS,
sehingga akan ada RAPBS tahun ajaran 2011, RAPBS tahun ajaran 2012, dan
seterusnya. Dalam RAPBS tersebut harus ditentukan jumlah uang masuk dan uang
keluar dalam satu periode yang disertai dengan sumber-sumber penerimaan uang
dan penggunaannya.
Untuk
masing-masing perencanaan anggaran pengeluaran perlu diberi cadangan biaya agar
dalam pelaksanaannya tidak mengalami kekurangan perhitungan. Adapun uang masuk
diperkirakan dari Pemeritah, dari SPP, dari yayasan (bagi sekolah swasta), atau
dari sumber lain yang dibenarkan oleh peraturan yang berlaku. Sedangkan untuk
partisipasi yang efektif dalam penyusunan anggaran belanja sekolah meminta
tidak saja ketajaman wawasan bisnis tapi juga suatu konsepsi yang jelas tentang
tujuan-tujuan instruksional serta program-program pendidikan yang perlu bagi
pencapaiannya. Sifat tujuan program dan faktor seperti jumlah murid menjadi
pertimbangan pokok dalam bergerak dari konsepsi program kepada pertimbangan
anggaran belanja. Jadi, efektivitas penyusunan anggaran belanja meminta
pengembangan kemampuan administratif mengenai sejumlah dimensi perbuatan
adminstratif :
Penetapan tujuan dalam hubungan
dengan maksud-maksud pendidikan di sekolah-sekolah.
Perumusan tujuan adalah suatu keharusan bagi persiapan anggaran belanja yang
efektif.
Terjemahan tujuan ke dalam program
pendidikan. Konseptulisasi dan formulasi
program-program yang ditujukan kepada implementasi tujuan-tujuan instusional
merupakan dimensi yang berarti dari perbuatan adminstratif dan membawa
implikasi penting bagi kebutuhan akan anggaran belanja.
Penentuan sumber daya manusia dan
materiil yang perlu bagi implementasi program-program pendidikan yang
diinginkan. Termasuk didalamnya ialah konsep-konsep
yang jelas tentang kebutuhan mengenai : (a) jumlah staf dan
kemampuan-kemampuan; (b) gedung dan fasilitas fisik lainnya; (c) perlengkapan
dan perbekalan; (d) pelayanan bantuan, operasi, dan pemeliharaan; dan (e)
pelayanan administratif.
Pembuatan perkiraan anggaran
belanja dengan teliti. Kemampuan untuk menterjemahkan
program-program pendidikan ke dalam ekuivalensi keuangan adalah penting dalam
penyusunan anggaran belanja.
Kegiatan
menyusun anggaran belanja bukan pekerjaan rutin ataupun mekanis. Ini melibat
pertimbangan tentang maksud-maksud dasar dari pendidikan dan program-program.
Dilihat dalam perspektif ini penyusunan
anggaran belanja membuka jalan bagi pengembangan dan penjelasan
konsep-konsep tentang tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan, dan bagi
merancang cara-cara untuk pencapaiannya.
2.
Pembukuan (accounting)
Pengurusan
pembukuan meliputi dua hal, yaitu pertama pengurusan yang menyangkut kewenangan
menentukan kebijakan menerima dan mengeluarkan uang. Pengurusan kedua,
menyangkut urusan tindak lanjut dari urusan yang pertama, yaitu menerima,
menyimpan, dan mengeluarkan uang. Urusan kedua ini sering disebut pengurusan bendahara.
3.
Pemeriksaan (auditing)
Pemeriksaan
(auditing) adalah semua kegiatan yang menyangkut pertanggungjawaban penerimaan,
penyimpanan, dan pembayaran atau penyerahan uang yan dilakukan oleh
bendaharawan kepada pihak-pihak yang berwenang. Bagi unit-unit yang berada
dalam depertemen, mempertanggungjawabkan keuangan ini kepada BPK melalui
departemennya masing-masing.
Pemeriksaan
sangat penting dan bermanfaat sekurang-kurangnya untuk empat pihak, yaitu:
Bagi
bendaharawan dapat mengetahui dengan jelas batas wewenang dan kewajibannya
serta ada kontrol bagi dirinya.
Bagi
lembaga yang bersangkutan dapat memungkinkan adanya sistem kepemimpinan terbuka
dan tidak menimbulkan rasa curiga-mencurigai serta ada arah yang jelas dalam
menggunakan uang yang diterima.
Bagi
atasannya dapat mengetahui bagian anggaran yang telah dilaksanakan dan tingkat
keterlaksanaan serta hambatan-hambatan yang berguna untuk penyusunan anggaran
tahun ajaran berikutnya.
Bagi
Badan Pemeriksa Keuangan ada patokan
yang jelas dalam melakukan pengawasan terhadap uang milik negara dan ada
dasar yang tegas untuk mengambil tindakan apabila terjadi penyelewengan.
Pendayagunaan
sumber-sumber biaya pendidikan secara efektif dan efisien:
1)
Sumber-sumber biaya pendidikan
Sumber
pembiayaan merupakan ketersedian sejumlah uang atau barang dan jasa yang
dinyatakan dalam bentuk uang bagi penyelenggara pendidikan yang dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) berdasarkab asal (sumber) penerimaannya, yaitu:
a.
Sumber
dari pemerintah pusat dan daerah
Berupa APBN dan
APBD melalui DAU dan DAK, Dana BOS dan BlockGrant.
Sumber-sumber pendapatan dana:
Sumber-sumber pendapatan dana:
Ø
Sumber daya
alam : mengeksplorasi sumber daya alam yang tersedia, misalnya hasil tambang,
hasil hutan, hasil kelautan, dan sebagainya.
Ø
Hasil industri
atau perusahaan: berasal dari BUMN, BUMD, industri pariwisata, dan sebagainya.
Ø Pajak
b.
Sumber
dari masyarakat
Ø Masyarakat
peduli pendidikan, misalnya berupa sumbangan dari perorangan, lembaga, kelompok
pengusaha, penyandang modal, dan sebagainya.
Ø Orang
tua peserta didik, misalnya berupa SPP, iuran komite, biaya pengembangan
peserta didik secara pribadi, dan sebagainya.
c.
Sumber-sumber
lain
Ø Bantuan
luar negeri, misalnya berupa pinjaman (loan/kredit) dari UNESCO, UNICEF, WORLD
BANK, atau bisa berupa sumbangan dari negara lain.
Ø Bantuan
dalam negeri, dapat berupa bantuan dari suatu yayasan ataupun swadana, misalnya
Yayasan dana bakti sosial ASTRA, dan sebagainya.
Sumber
pembiayaan pendidikan yang melimpah tidak menjadi jaminan bagi peningkatan
mutu, jika tidak direncanakan, salah sasaran, salah pengelolaan, tidak ada
pengawasan, akuntabilitas rendah, sanksi yang tidak tegas yang diberikan bagi
penyelewengan sehingga tidak ada efek jera dan moral yang rendah, serta
alasan-alasan lainnya dalam pengelolaan biaya pendidikan.
2)
Efektifitas dan efisiensi biaya
pendidikan
Konsep
efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian
dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan
pencapaian tujuan relative terhadap harganya.
Dalam
dunia pendidikan, suatu pendidikan yang efisien dan efektif cenderung ditandai
dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah
ditata secara efisien dengan pengelolaan yang efektif. Program pendidikan yang
efektif dan efisien adalah mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan tercapai tujuan yang tidak mengalami
hambatan.
Ø Efektifitas
Efektif
adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Garner (2004) mendefinisikan
efektivitas lebih dalam lagi, karena efektivitas tidak berhenti sampai tujuan
tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian
visi. Effectiveness “characterized by
qualitative outcomes”. Manajemen pembiayaan dikatakan memenuhi prinsip
efektif apabila kegiatan yang dilakukan dapat mengatur biaya aktivitas dalam
rangka memcapai tujuan kualitatif sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Efektivitas
biaya adalah kemampuan mencapai sasaran dan target sesuai dengan yang
direncanakan. Efektivitas biaya suatu kegiatan yang menurut pasar yang berlaku
dapat menyelesaikan program sesuai rencana.
Prinsip-prinsip
untuk menilai efektivitas adalah:
Menilai
efektivitas yang berkaitan dengan problem
tujuan dan alat untuk memproses input menjadi output.
Sistem
yang dibandingkan harus sama/ homogen. Misal tingkat pendidikan, kecakapan,
social ekonomi, dan sebagainya.
Mempertimbangkan semua output.
Misal jumlah siswa lulus dan kualitas kelulusan.
Korelasi
diharapkan bersifat kualitas, hubungan antara alat proses dan output harus
berkualitas.
Ø Efisiensi
Efisiensi
adalah kemampuan menggunakan biaya dengan baik dan tepat. Pembiayaan dikatakan
efisien manakala pencapaian sasaran atau target diperoleh dengan pengorbanan
yang lebih kecil atau dengan biaya yang minimum.
Efisiensi
berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency “characterized by quantitif uotputs” . Efisiensi adalah
perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan kuadran (out put) atau
antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu,
biaya, perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
Dilihat
dari segi penggunaan waktu, tenaga, dan biaya.
Kegiatan
ini dapat dikatan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga,dan biaya
sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
Dilihat
dari segi hasil.
Kegiatan
dapat dikayakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya
tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat
efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan
masyarakat secara memuaskan dengan sumber daya yang tersedia secara optimal dan
bertanggung jawab.
B.
Model
Pembiayaan Pendidikan
1.
Model dana bantuan murni (Flat Grand Model)
Merupakan
uang bantuan negara yang dibagikan pada sekolah di daerah tanpa memperhitungkan
pertimbangan kemampuan pembayaran pajak daerah setempat, yang didasarkan pada
jumlah siswa yang harus dididik.
2.
Model landasan perencanaan (Foundation Plan Model)
Negara
tanpa mempertimbangkan kekayaan & pajak daerah memberikan dana kepada
daerah yang miskin lebih banyak untuk setiap siswanya dibandingkan dengan
daerah yang makmur. Tujuannya adalah untuk menjaga sekolah dari kehancuran
lebih parah (pada daerah yang miskin).
3.
Model perencanaan pokok jaminan pajak (Guaranted Tax Base Plan Model)
Model
ini dibatasi dengan menentukan penafsiran penilaian per siswa yang menjadi
jaminan negara diperuntukkan bagi wilayah sekolah setempat. Bantuan negara
menjadi berbeda antara apa yang diterima daerah per siswa dengan jaminan negara
per siswa. Pembagian presentasenya sangat tinggi di sekolah distrik yang
miskin, dan rendah di sekolah distrik yang kaya / sejahtera.
4.
Model persamaan persentase (Persentage Equalizing Model)
Model
ini dikembangkan tahun 1920-an, lebih banyak memberikan sumbangan yang
dibutuhkan pada tiap murid & guru ke daerah-daerah yang kurang makmur.
Dalam program yang sama, jumlah pembayaran yang disetujui dihitung bagi setiap siswa, tiap guru, atau bagian lain yang di butuhkan. Jumlah yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai keperluan.
Dalam program yang sama, jumlah pembayaran yang disetujui dihitung bagi setiap siswa, tiap guru, atau bagian lain yang di butuhkan. Jumlah yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai keperluan.
5.
Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan Model)
Model
ini menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang dikumpulkan
kembali ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang dari sekolah distrik
yang kaya itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada distrik yang lebih
miskin.
6.
Model pendanaan negara sepenuhnya (Full State Funding Model)
Model
ini merupakan rencana yang dirancang untuk mengeliminir perbedaan local dalam
hal pembelanjaan dan perpajakan. Pendanaan sekolah akan dikumpulkan ditingkat
negara dan diberikan ke sekolah distrik dengan dasar yang sama. Asas keadilan
tentang perlakuan terhadap siswa dan pembayar pajak, serta pembiayaan
pendidikan berdasarkan tingkat kekayaan yang dimiliki. Untuk menghindari
banyaknya anak pada masyarakat miskin meninggalkan pendidikan sehingga muncul
masalah pengangguran dan kesejahteraan bagi generasi penerusnya.
7.
Model sumber pembiayaan (The Resources Cost Model)
Model
ini dikembangkan Hambers dan Parrish yang menyediakan suatu proses penentuan
pembiayaan pendidikan yang mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi
di setiap daerah. Model ini menurut Sergivanni tidak bersangkutan dengan
pendapatan pajak maupun kekayaan suatu daerah.
8.
Model surat bukti/penerimaan (Models of Choice and Voucher Plan Model)
Model
ini memberikan dana untuk pendidikan langsung kepada individu atau institusi
rumah tangga berdasarkan permintaan pendidikan. Mereka diberikan surat bukti
penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem voucher yang mencerminkan
subsidi langsung kepada pihak yang membutuhkan yaitu murid.
9.
Model rencana bobot siswa (Weight Student Plan Model)
Adalah
model yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan proporsinya. Contoh siswa
yang cacat, siswa program kejuruan atau siswa yang pandai dua bahasa.
10. Model
berdasarkan pengalaman (Historic Funding
Model)
Model
ini sering disebut Incrementalism, dimana biaya yang diterima satu sekolah
mengacu pada penerimaan tahun yang lalu, dengan hanya penyesuaian.
11. Model
berdasarkan usulan (Bidding Model)
Model
ini sekolah mengajukan usulan pada sumber dana dengan berbagai acuan, kemudian
sumber dana meneliti usulan yang masuk, dan menyesuaikan dengan kriteria.
12. Model
berdasarkan kebijaksanaan (Descretion Model)
Model
ini penyandang dana melakukan studi terlebih dahulu untuk mengetahui
komponen-komponen apa yang perlu dibantuberdasarkan prioritas pada suatu tempat
dari hasil eksplorasinya.
Dalam
perkembangan perencanaan dan penggunaan pembiayaan pendidikan juga dikenal
model pembiayaan pendidikan yang lain, yaitu:
1. Model
Sentralisasi
Model
ini menggunakan dua program yaitu pembangunan dan rutin.
2. Model
Desentralisasi
Perencanaan
pembiayaan dilakukan ditingkat pusat dan daerah.
C.
Azas-azas
dalam Anggaran
1.
Azas plafond, bahwa anggaran belanja
yang boleh diminta tidak melebihi jumlah tertinggi yang telah ditentukan.
2.
Azas pengeluaran berdasarkan mata
anggaran, bahwa pengeluaran pembelanjaan harus didasarkan atas nama anggaran
yang telah ditetapkan.
3.
Azas tidak langsung, yaitu suatu
ketentuan bahwa setiap penerimaan uang tidak boleh digunakan secara langsung
untuk sesuatu keperluan pengeluaran.
D.
Hal-hal
yang Berpengaruh terhadap Pembiayaan Pendidikan
1.
Faktor eksternal, meliputi:
a. Berkembangnya
demokrasi pendidikan
b. Kebijaksanaan
pemerintah
c. Tuntutan
akan pendidikan
d. Adanya
inflasi
2.
Faktor internal, meliputi:
a. Tujuan
pendidikan
b. Pendekatan
yang digunakan
c. Materi
yang disajikan
d. Tingkat
dan jenis yang pendidikan
E.
Karakteristik
Pembiayaan Pendidikan
Beberapa hal yang merupakam karakteristik atau
ciri-ciri pembiayaan pendidikan adalah:
1.
Biaya pendidikan selalu naik,
perhitungan pembiayaan pendidikan dinyatakan dalam satuan unit cost, yang meliputi:
a. Unit
cost lengkap, yaitu perhitungan unit cost berdasarkan semua fasilitas yang dikeluarkan
untuk penyelenggaraan pendidikan.
b. Unit
cost setengah lengkap, hanya memperhitungkan biaya kebutuhan yang berkenaan
dengan bahan dan alat yang berangsur habis walaupun jangka waktunya berbeda.
c. Unit
cost sempit, yaitu unit cost yang diperoleh hanya dengan memperhitungkan biaya
yang lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.
2.
Biaya terbesar dalam pelaksanaan
pendidikan adalah biaya pada faktor manusia. Pendidikan dapat dikatakan sebagai
“human invesment”, yang artinya biaya
terbesar diserap oleh tenaga manusia.
3.
Unit cost
pendidikan akan naik sepadan dengan tingkat sekolah.
4.
Unit cost
pendidikan dipengaruhi oleh jenis lembaga pendidikan. Biaya untuk sekolah
kejuruan lebih besar daripada biaya untuk sekolah umum.
5.
Komponen yang dibiayai dalam sistem
pendidikan hampir sama dari tahun ke tahun.
F.
Rencana
Anggaran Pendapatan dan Biaya Sekolah (RAPBS)
Seperti yang telah disinggung di depan, bahwa bagi
semua jenis sekolah, setiap tahun harus membuat perencanaan anggaran yang
disebut Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya Sekolah (RAPBS) yang bertujuan
sebagai pedoman pengumpulan dana dan pengeluarannya dan sebagai pembatasan dan
pertanggungjawaban sekolah terhadap uang-uang yang diterima, sehingga sekolah
tidak dapat semaunya memungut sumbangan dari orang tua siswa (BP3) dan
sebaliknya BP3 menjadi puas mengetahui arah penggunaan dana yang mereka
berikan.
RAPBS disusun dengan melalui proses tertentu, yang
besar kecilnya didasarkan atas kebutuhan minimum setiap tahun, dan perkiraan
pendapatannya berpedoman pada penerimaan tahun yang lalu.
Pengkategorian sumber-sumber pembiayaa pendidikan di
sekolah (menurut buku Administrasi dan Supervisi Pendidikan oleh Hartati
Sukirman, dkk) adalah sebagai berikut:
1.
Anggaran rutin dan APBN (anggaran
pembangunan)
2.
Dana Penunjang Pendidikan (DPP)
3.
Bantuan/sumbangan dari BP3
4.
Sumbangan dari Pemerintah Daerah
setempat (kalau ada)
5.
Bantuan lain-lain.
Sekolah swasta tidak terikat oleh dana pemerintah
terlalu banyak, sehingga lebih leluasa dalam menyusun RAPBS-nya.
KESIMPULAN
Manajemen pembiayaan pendidikan
adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan penataan sumber, pengelolaan,
penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau lembaga
pendidikan dengan mendayagunakan sumber-sumber biaya pendidikan secara efektif
dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan secara optimal.
Masalah-masalah yang
timbul dalam kegiatan pembiayaan tersebut harus di pecahan secara bersama, jika ingin mendapatkan peluang yang
maksimal bagi semua penyelenggara pendidikan agar dapat berkembang. Pembiayaan
mandiri merupakan cara pemecahan yang sangat hakiki bagi penyelenggara
pendidikan yang benar-benar ingin berkembang dan keluar dari masalah
pembiayaan. Jika berkaitan dengan masalah pendanaan, maka sebaiknya menggunakan
sistem
manajemen terbuka agar semua keadaan lembaga pendidikan baik buruk bisa
diketahui dengan cepat dan dapat dicari solusi terbaik.
SUMBER-SUMBER
PEMBUATAN MAKALAH
1.
Buku:
a.
ADMINISTRASI
DAN SUPERVISI PENDIDIKAN oleh Hartati Sukirman, dkk.
b.
ADMINISTRASI
DAN SUPERVISI PENDIDIKAN oleh Drs. Wijono
c.
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional oleh Prof. . Dr. Oteng Sutisna M.Sc.Ed
2.
Internet:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar