BAB
I
PENDAHULUAN
Satra sejarah adalah suatu cabang sastra Melayu yang
paling kaya dan mungkin paling penting juga. Hampir setiap kerajaan di
Nusantara mempunyai sejarahnya sendiri. Sejarah itu biasanya menceritakan
peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi di istana dan nasib kerajaan
selama beberapa keturunan menjadi pusat perhatiannya. Gagasan penulisan
biasanya juga datang dari kalangan istana dan peminatnya juga hanya terdapat di
kalangan istana saja. Itulah sebabnya sastra sejarah jarang dicetak di luar
istana (C. Hooykaas via Yock Fang, 1993:87).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SASTRA SEJARAH
Sejarah sebenarnya
berasal dari syajarah yang dalam
bahasa Arab berarti pohon. Syajarah al-nasab
ialah pohon susur-galur. Satu istilah yang sering dipakai untuk pengertian
sejarah ialah salasilah, silsilah. Dari istilah yang dipakai
ditarik kesimpulan bahwa silsilah,
daftar keturunan, adalah intisari dari sastra sejarah. R. Roolvink dalam
kajiannya membuktikan bahwa Sejarah Melayu kemudian ditokok tambah sehingga
pandangan orang melayu yang kita kenal hari ini. Karena sejarah, dalam
pandangan orang melayu, adalah berbeda dengan sejarah, menurut pengertian
Barat.
Dalam bahsa Inggris history berasal dari kata historia yang
berati kajian, keterangan yang sistematis mengenai manusia yang bersifat
kronologis. Dalam bahasa Jerman, istilah yang dipakai ialah Geschichte (atau
geschiedenis, dalam bahasa Belanda) yang berasal dari geschehen, terjadi. Jadi,
sejarah ialah sesuatu yang terjadi (kepada manusia) dan para sejarawan
mentakrifkan sejarah sebagai kumpulan kenyataan manusia dan perkembangannya.
Sastra sejarah menjadi
perdebatan dan menarik perhatian para sarjana. Ada sarjana yang mengatakan,
bahwa sastra sejarah ini tidak membedakan cerita-cerita dongeng (mitos) dengan
sejarah. Menurut R.A. Kern pula biarpun
sastra sejarah mengandung unsur-unsur sejarah, tetapi karena ia ditimbun dengan
berbagai cerita khayalan, maka sebaiknya dikesampingkan saja (J.J Ras via Yock
Fang, 1993:87). J.C. Bottoms berpendapat bahwa sastra sejarah Melayu tidak
lebih dari hiburan orang-orang Melayu. “ketetapan, kesempurnaan, penyusunan
yang teratur bukanlah prinsip yang penting: apa yang disenangi ialah dongeng,
fantasi dan campuran daripada leteran di istana dan pelabuhan” (J.C. Bottoms via Yock Fang, 1993:88).
Sebaliknya pada tahun
1888, Snouck Hurgronje mengatakan bahwa sastra sejarah adalah satu cabang
kesusastraan yang amat menarik. Hoesein Djajadiningrat menyebut sastra sejarah
sebagai local tradition, adalah
sumber sejarah yang berharga. Tanpa Hikayat
Raja-Raja Pasai tokoh Malikul Saleh yang batu nisannya terdapat di
Samudera, pasti tidak dapat ditentukan siapa dia (H. Djajadiningrat via Yock
Fang, 1993:88). Selanjutnya tentang sebuah hasil sastra sejarah yang paling
fantastik dan paling menyimpang dari kebenaran sejarahnya, yaitu Hikayat Merong Mahawangsa, R.O. Winstedi
menhujahkan bahwa cerita yang paling dekat dengan masa hidup si penulis,
ceritanya makin berguna dan makin tepat.
B.
STRUKTUR SASTRA SEJARAH
Susunan atau strktur sastra sejarah atau
pensejarahan (historiography) Melayu
biasanya terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah bagian yang bersifat
mitos atau dongeng. Isinya menceritakan keadaan dahulu kala, asal mulanya
raja-raja dalam negeri serta permulaan berlakunya adat-istiadat dan sebagainya.
Dalam Sejarah Melayu, raja-raja Melayu
dikatakan adalah keturunan dari anak cucu Raja Iskandar yang turun di Bukit Si
Guntang. Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai, Raja
Pasai dikatakan adalah keturunan dari seorang anak yang dipelihara oleh gajah
dengan Putri Betung. Sama halnya dengan Hikayat
Aceh, raja-raja Aceh adalah keturunan dari seorang yang kawin dengan Putri
Buluh, anak perempuan yang keluar dari buluh. Sehingga boleh dikatakan hampir
semua sastra sejarah dimulai dengan cerita yang sama, yaitu raja yang
memerintah adalah keturunan dari raja yang besar, seperti Raja Iskandar atau
Nabi Adam (Sejarah Tambusi). Paling
sedikit, mereka adalah keturunan dari raja yang luar biasa kelahirannya, dari
Putri Betung, Putri Kayangan atau anak raja yang diperoleh dari pertapaan.
Bagian kedua adalah
bagian yang historis, teristimewa kalau pengarangnya menceritakan masa hidupnya
sendiri. Walaupun demikian, cerita-cerita yang merugikan raja yang memerintah
diringkas ceritanya atau dikesampingkan sama sekali.
Dalam segi-segi
tertentu, sastra sejarah Melayu sama dengan sastra Jawa. Kedua-duanya bertujuan
menerangkan sifat-sifat ketuhanan dari raja dan fungsinya. Kedua-duanya juga
menyusur-galurkan nenek moyang persamaannya yang memerintah kepada raja-raja
yang turun dari kayangan. Selain itu, raja juga dianggap memiliki kekuatan
gaib, sehingga dengan memujanya, kekuatan raja yang memerintah akan bertambah.
Yang mau dicapai ialah pengaruh-pengaruh gaibnya (Hall via Yock Fang, 1993:89).
Hanya dengan mengetahui latar belakang sastra sejarah ini, sastra sejarah Jawa
baru dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
Satu lagi jenis sastra
sejarah yang perlu disebut, yaitu sastra sejarah Bugis dan Makasar. Sastra
sejarah Bugis biasanya lebih dapat dipercayai. Orang Bugis memiliki kebiasaan
menyimpan catatan-catatan, surat-surat perjanjian dan salasilah raja. Dari
catatan-catatan inilah berasal sastra sejarah Bugis.
Sastra sejarah Bugis
juga dapat dibagikan dalam dua bagian. Bagian pertama ialah bagian dongeng yang
menceritakan raja-raja yang turun dari kayangan. Yang agak berbeda adalah
penulisnya selalu memakai perkataan konon,
menurut setengah kaul (cerita) dan
sebagainya. Bagian kedua ialah bagian historis. Cerita-ceritanya terkadang
bersifat Bugis sentris dan
mengagungkan orang Bugis (J. Noordyun via Yock Fang, 1993:89).
C.
BEBERAPA KARYA SEJARAH SASTRA YANG
PENTING
Di bawah ini dibahas sebagian dari karya
sastra sejarah yang penting.
1. Hikayat
Raja-Raja Pasai
Hikayat Raja-Raja Pasai
adalah hasil sastra sejarah yang tertua yang menceritakan peristiwa-peristiwa
yang berlaku antara 1250-1350, yaitu dari zaman Malikul Saleh hingga sampai
ditaklukan oleh Majapahit pada tahun 1350. Winstedt (via Yock Fang, 1993:89)
berpendapat bahwa sebagian kecil dai hikayat ini pernah dipetik dalam Sejarah Melayu Bab 7 dan 9, terkadang
kata demi kata, sebagian besar dari hikayat ini pasti sudah tertulis sebelum
tahun 1511.
Winstedt menambahkan
bahwa pengaruh Hikayat Raja-Raja Pasai terhadap Sejarah Melayu tidak terbatas
pada penyaduran dalam Bab 7 dan 9 saja. Gaya dan cara penulisan Hikayat
Raja-Raja Pasai juga ditiru dalam Sejarah Melayu. Tentang bahasa, hikayat ini
dikatakan bahwa hikayat ini ditulis dalam bahasa Melayu yang baik. Bentuk
kunonya sedikit sekali, kecuali pemakaian partikel pertanyaan seperti kutaha.
A.H. Hill yang pernah
menyunting Hikayat Raja-Raja Pasai serta menerjemahkannya ke dalam bahasa
Inggris juga berpendapat Hikayat Raja-Raja Pasai adalah sastra Melayu yang
tertua, yang ditulis dalam bahasa Melayu Melaka yang ditunjukan dengan
pemakaian bahasa dalam. Bentuk-bentuk kata kuno seperti kutaha banyak yang sudah hilang dari sastra Melayu sejak abad
ke-15, tetapi beberapa masih ditemukan dalam hikayat ini, misalnya nentiasa (untuk senantiasa), pernah (untuk pernah), kendiri (untuk sendiri) dan mangkin
(untuk makin) (Hill via Yock Fang, 1993: 90).
Sedangkan A. Teeuw (via
Yock Fang, 1993:90) yang telah mengkaji Hikayat Raja-Raja Pasai dengan
mendalam, berpendapat bahwa tidak mungkin Hikayat Raja-Raja Pasai lebih dulu
tertulis daripada Sejarah Melayu. Hal itu dikarenakan cerita Sejarah Melayu
lebih masuk akal, tidak dibuat-buat dan diceritakan dengan lucu sekali.
Sedangkan teks dalam Hikayat Raja-Raja Pasai ternyata ditulis untuk
mengagung-agungkan Pasai. Kalau betul Sejarah Melayu mengambil ceritanya dari
Hikayat Raja-Raja Pasai, maka Sejarah Melayu pasti disusun dengan tujuan
menghina Pasai. Sedangkan Melaka tidak mempunyai alasan untuk merendahkan
Pasai, karena semasa Sejarah Melayu itu ditulis, Melaka sedang di puncak
kemegahannya dan Pasai sudah mundur. A. Teeuw juga menulis bahwa ada 4 kali
Hikayat Raja-Raja Pasai memberikan cerita yang salah, sedangkan cerita dalah
Sejarah Melayu lebih mendekati kebenaran sejarah.
Sedangkan Amin Sweeney
berpendapat berdasarkan pemakaian kata, ia,
sabda, dan ujar, penulis Sejarah Melayu dipengaruhi oleh Hikayat Raja-Raja
Pasai. Dengan kata lain, Hikayat Raja-Raja Pasai lebih dulu ditulis daripada
Sejarah Melayu. Akan tetapi alasan yang dikemukakannya berlainan dengan alasan
yang dikemukakan oleh Winstedt dan A.H. Hill (Sweeney via Yock Fang, 1993:91).
Hikayat Raja-Raja Pasai
dikatakan sebagai hasil sastra sejarah dapat dilihat dari sejauh mana hikayat
ini menjadi sumber sejarah, contohnya Malikul Saleh adalah tokoh sejarah.
Baginda merupakan raja Pasai yang pertama memeluk Islam. Batu nisannya diimpor
dari Cambay adalah bukti nyata. Bahwa di dalam istana pernah terjadi
perselisihan yang menyebabkan terbunuhnya seorang putra raja yang gagah
perkasa, juga dapat dipercayai. Demikian juga cerita penaklukan Majapahit terhadap
Pasai. Perlu diingat, meskipun dasar-dasar hikayat ini adalah sejarah,
ceritanya lebih bersifat dongeng daripada sejarah.
Ringkasan Cerita
kemudian (Hill via Yock Fang, 1993:91-93)
Pasai adalah negeri
yang pertama masuk Islam. Tersebutlah bahwa di Pasai ada dua orang bersaudara
yang menjadi raja, masing-masing bernama Raja Ahmad dan Raja Muhammad. Suatu
hari Raja Muhammad pergi membuka hutan mencari temapat membuat negeri. Maka
ditemuinya seorang budak erempuan dalam buluh betung. Budak perempuan itu
diberi nama Putri Betung. Tidak lama kemudian, Raja Ahmad, ketika berburu, juga
mendapat seorang budak lelaki yang duduk di atas kepala gajah. Budak itu
dinamakan Merah gajah. Raja Muhammad menikahkan Putri Betung dengan Merah
Gajah. Dari perkawinan ini, lahirlah dua orang putra yang masing-masing diberi
nama Merah Silu dan Merah Hasum.
Suatu hari, Merah gajah
secara berolok-olok, mencabut rambut istrinya Putri Betung. Darah tidak
berhenti keluar dari rambut Putri betung. Maka Putri Betung pun mati. Raja Muhammad
sangat marah, Merah Gajah lalu dibunuhnya. Raja ahmad menjadi murka pula karena
kematian Merah Gajah. Maka berperanglah kedua raja bersaudara itu, dan merek
atewas. Merah Silu dan Merah Hasum lalu berpindah untuk mencari tempat tinggal
yang lebih baik.
Merah Silu membuat jala
menagkap ikan, dan mendapat emas yang banyak. Maka kayalah Merah Silu. Kemusian
Merah Silu berselisih paham dengan Merah Hasum dan pergi mencari tempat tinggal
di tempat lain.
Di suatu tempat, ia
bertemu dengan Megat Iskandar, yang sangat menyayanginya. Selang tiada berapa
lama Merah Silu dirajakan di dalam neger. Saudara Megat Iskandar, Sultan
Malikul Nasar, sangat murka karena suatu perkara. Dikerahkanlah tentara untuk
menyerang Merah Silu. Tetapi sia-sia usahanya, justru dia terpaksa melarikan
diri untuk menyelamatkan nyawa.
Tersebut pula perkataan
Merah Silu membuat negeri di tempat di mana ia bertemu semut besar, Samudra
nama negerinya. Maka mashurlah Samudra sampai ke Mekah. Syarif Mekah atas
perintah Nabi Muhammad, mengutus seorang nahkoda bernama Syaikh Ismail
bersama-sama dengan Raja Muhammad dari Mengiri pergi ke negeri Samudra. Pada
malam itu juga Merah Silu bermimpi: bahwa Nabi Muhammad mengunjunginya dan
mengajarinya mengucap Syahadat. Ia diberitahu juag bahwa ia akan diangkat
menjadi sultan dengan gelar Malikul Saleh. Pada keesokan harinya Syaikh Islail
dan fakir Muhammad pun sampailah. Ternyata Merah Silu sudah dapat mengucap
Syahadat dan membaca Al-Quran. Maka Merah Silu pun ditabalkan menjadi raja
dengan gelar Malikul Saleh. Rakyatnya juga semua masuk Islam dengan sukarela.
Samudra lalu dikenal dengan nama Darul Islam. Adapun dua orang besar negeri itu
masing-masing bergelar Sayid Ali Ghiatul-din dan Sayid Asmayuddin.
Maka kekallah Sultan
Malikul Saleh di atas kerajaan. Seorang putri Perlak yang bernama Putri Ganggang
diambil istri. Tidak lama sesudahnya, Putri Ganggang pun hamil dan melahirkan
seorang anak yang diberi nama Sultan
Malikul Zahir.
Tersebut pula perkataan
Sultan Malikul Saleh membuka negeri Pasai. Sesudah besar Sultan Malikul Zahir
pun dinobatkan di Pasai. Adapun Sultan Malikul Zahir itu mempunyai dua orang
putra, masing-masing bernama Malikul Mahmud dan Malikul Mansur. Sesudah dewasa,
Sultan Malikul Mahmud dirajakan di Pasai dengan Sayid Ghiatul-din sebagai
perdana menterinya. Sultan Malikul Mansur dirajakan di Samudra dengan Sayid
Asmayuddin sebagai menteri.
Maka dengan itu Samudra
dan Psai pun menjadi negeri besar lagi makmur. Rakyatnya ramai sekali. Raja
Siam yang mendengar berita itu menjadi iri hati dan mengerahkan tetaranya untuk
menyerang Pasai. Berkat keberanian orang-orang Pasai, serangan Siam itu dapat
dipatahkan. Makin mashurlah nama Pasai ke seluruh negeri.
Adapun Sultan Malikul
Mahmud memiliki dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki, Sultan
Ahmad Perumudal Perumal namanya.
Sekali peristiwa Sultan
Malikul Mansur pergi bertamasya dan lewat di depan istana abangnya, Sultan
Malikul Mahmud. Waktu itu Sultan Malikul Mahmud sedang bepergian. Dilihatnya
seorang perempuan yang terlalu baik parasnya keluar dari istana. Sultan Malikul
Mansur lalu membawa perempuan itu pulang ke istananya. Sultan Malikul Mahmud
amat murka mendengar perbuatan adiknya ini. Dicarinya ikhtiar untuk membalas
dendam.
Pada suatu hari Sultan
Malikul Mahmud mengundang adiknya Sulta Malikul Mansur dan menterinya Asmayuddin
datang menghadiri suatu perayaan. Ketika Sultan Malikul Mansur datang, ia
segera ditangkap dan dipenjarakan. Menterinya Asmayuddin, dipenggal lehernya.
Tidak lama kemudian Sultan Malikul Mahmud menyesal atas perbuatannya yang
terlalu kejam itu. Sultan Malikul Mansur lalu dibebaskan. Setelah dibebaskan
Sultan Malikul Mansur menziarahi kubur menterinya Asmayuddin dan meninggal di
situ. Tidak lama kemudian Sultan Malikul Mahmud juga wafat. Putranya Sutan
Ahmad dirajakan di dalam negeri.
Adapun Sultan Ahmad
ini, tiga puluh orang anaknya. Di antara anak-anaknya itu. Lima yang
seib-sebapa. Yang sulung Tun Beraim Bapa namanya, terkenal dengan
keperkasaannya. Yang kedua Tun Abdul Jalil, terkenal dengan parasnya yang
bagus; dan yang ketiga Tun Abdul Fazil, terkenal dengan alimnya. Yang keempat
dan yang bungsu adalah anak perempuan yang sangat baik parasnya.
Tersebut pula Sultan
Ahmad yang berahikan anak perempuannya sendiri. Seorang menteri menasihati
Sultan Ahmad tentang perkara ini, tetapi sia-sia. Tun Beraim Bapa ketika
diberitahu niat ayahnya itu, terus membawa adik-adiknya ke tempat tinggalnya di
Tukas.
2. Sejarah
Melayu
Sejarah Melayu atau
Sulalatus Salatin adalah hasil sastra sejarah yang terpenting karena bahasanya
dianggap betul dan indah, serta juga karena gambaran yang diberikan tentang
masyarakat Melayu Lama. Pada tahun 1831, Munsyi Abdullah sudah menerbitkannya
untuk keperluan anak-anak yang ingin belajar bahasa Melayu yang betul. Selama
150 tahun ini, Sejarah Melayu pernah beberapa kali diterbitkan dan disalin ke
dalam berbagai bahasa, diantaranya bahasa Inggris, Perancis dan Tionghoa.
Bentuk Asal
Menurut R. Roolvink
(via Yock Fang, 1993:93), bentuk asal Sejarah Melayu adalah satu (silsilah)
daftar keturunan raja-raja Melayu. Petrus van der Vorm, dalam kata pengantar
kepada kamus Melayu yang dibuatnya, Collectanca
Malaica Vocabularia (1770-1778) memberikan satu ringkasan sejarah orang
Melayu dari satu daftar salasilah yang mencatat tarikh seorang raja naik tahta
dan lama kerajaannya. Valentjin dalam bukunya Oud en Nieuw Oost-Indien (1726) menyebutkan bahwa kitab yang
berjudul Soelalet Essalatina menyajikan
ringkasan sejarah orang-orang Melayu dan satu daftar salasilah raja-raja Melayu
yang meyebutkan tahun masehinya.
Keterangan dari Petrus
van der Vorm dan Valentjin berbeda sekali dengan Sejarah Melayu yang kita kenal
saat ini, baik versi Raffles 18 maupun versi yang lain. Sejarah Melayu yang
mereka jumapi pasti berupa daftar keturunan raja-raja Melayu, satu Sulalatus Salatin.
Sedangkan naskah yang ditemukan R. Roolvink berjudul Cerita Asal Raja-Raja Melayu. Judul ini adalah terjemahan yang
tepat bagi Sulalatus Salatin.
W. Linehan (via Yock
Fang, 1993:94) mengatakan: “bahan yang mula-mula tertulis (silsilah dan sebagainya)
menjadi dasar dari sebuah kitab sejarah yang pada akhirnya muncul sebagai
Sejarah Melayu”. E. Netscher saat menulis tentang sejarah Riau pada tahun 1854,
menjumpai beberapa teks Sejarah Melayu yang mengandung tarikh dan penemuan
naskah Maxwell 105 di Perpustakaan Royal Asiatic Society di London yang di
dalamnya terdapat catatan Winstedt yang berbunyi: “naskah ini mulai dengan
Sejarah Melayu yang diringkas dan berakhir dengan sejarah Johor dan Perak”.
R. Roolvink berpendapat
bahwa Sejarah Melayu yang kita ketahui saat ini adalah hasil dari suatu
perkembangan yang bertingkat-tingkat. Bentuk asal Sejarah Melayu adalah satu
daftar keturunan raja-raja (Kinglist) yang menyebut lamanya seorang raja di
atas kerajaannya berserta tarikhnya. Daftar keturunan raja-raja ini kemudian
diperluas dengan berbagai cerita sehingga menjadi naskah seperti naskah Maxwell
105, dan jika diperluas sekali lagi menjadi naskah seperti Raffles 18.
Tujuan dan Tema
Sejarah Melayu ditulis
untuk menunjukan daulat dan kebesaran raja-raja Melayu, sehingga diharapkan
semua raja-raja kecil dan rakyat takut dan menunjukan taat setia yang tidak
berbelah bagi kepada raja. Sebenarnya taat setia dang pantang durhaka adalah
satu konsep yang sangat penting dalam kebudayaan Hindu, tetapi Sejarah Melayu
mewarnakan dengan unsur-unsur Islam. Taat setia kepada rajanya bukanlah karena
raja adalah dewa atau titisan dewa, melainkan karena perjanjian yang dibuat
antara Sri Tri Buana, raja Melayu yang pertama dengan Demang Lebar Daun. Sri
Tri Buana bersumpah tidak akan memberikan aib kepada rakyat Melayu, sebaliknya
Demang Lebar Daun juga bersumpah rakyat Melayu tidak akan mendurhaka dan
memalingkan muka dari rajanya, meski jahat budi pekertinya. Dalam wasiat raja
juga senantiasa ditegaskan hubungan yang erat antara raja dan rakyatnya.
Sejarah Melayu ditulis
untuk menampakan kebesaran raja-raja Melayu, tetapi hal ini dilakukan oleh
penulisnya dengan berlebihan. Sebaliknya segala keburukan raja-raja Melayu juga
tidak luput dari perhatian penulisnya, terutama kezaliman seorang raja.
Meskipun demikian, bangsa melayu dalah bangsa yang cukup baik baik daripada
bangsa yang lain, karena kecerdikannya.
Pengarang dan Masa
Tertulisnya Sejarah Melayu
Sejarah Melayu memiliki
beberapa versi yang ditulis oleh beberapa pengarang dan pada masa yang berbeda.
Menurut R. Roolvink (via Yock Fang, 1993:97), ada sedikitnya 7 versi Sejarah
Melayu, yaitu daftar keturunan raja-raja Melayu (Kinglist), versi yang diwakili
Maxwell 105, Raffles 18, versi pendek, versi panjang, versi Siak, dan versi
Palembang. Menurut R. Roolvink, Raffles 18 ditulis pada tahun 1021 H (1612 M)
seperti yang tersebut dalam mukadimahnya. Versi panjang dan versi pendek, R.
Roolvink berpendapat, kedua versi ini disusun selepas tahun 1720, yaitu pada
paruh kedua abad ke-18. Menurut R.O. Winstedt (via Yock Fang, 1993:97), Raffles
18 atau Hikayat Melayu yang dibawa orang
dari Goa, pasti sudah selesai ditulis sebelum 1532. Pada tahun 1612,
Hikayat Melayu ini diperbaiki dan hasilnya adalah versi pendek dan versi panjang
Sejarah Melayu. Tentang pengarangnya, R.O. Winstedt berpendapat bahwa Raffles
18 ditulis oleh seorang peranakan Tamil yang mengenal kehidupan dalam istana,
bahasa Sansekerta, Parsi, Tamil dan Arab. Dia juga sedikit mengetahui bahasa
Cina dan Siam, berpengetahuan luas tentang sastra Islam, Jawa, dan India. Ada
kemungkinan dia juga seorang sufi. Tentang versi pendek dan panjang, Winstedt
yakin bahwa Tun Bambang yang memperbaikinya. Tun Bambang adalah anak dari Sri
Akar Raja yang bergelar Sri Nara Wangsa. Dia adalah kemenakan Raja Abdullah,
sebab ayahnya saudara Raja Abdullah.
Sedangkan pendapat umum
yang diterima bahwa Tun Sri Lanang, Bendahara Paduka Raja adalah pengarang atau
penyusun Sejarah Melayu. Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan (1) nama Tun
Sri Lanang disebut di dalam pendahuluan versi pendek dan panjang; (2) Bustanus Salatin, pasal 12, bab 12
menyebutkan bahwa Sulalatus Salatin dikarang
oleh Bendahara Paduka Raja yang bergelar Tun Sri Lanang.
Meskipun C. Hooykaas
dan T. Iskandar (1964) menyetujui bahwa Tun Sri Lanang adalah pengarang Sejarah
Melayu. R.O. Winstedt dan R.J. Wilkinson mempunyai pendapat yang berlainan.
Berdasarkan mukadimah Raffles 18, Winstedt menolak Tun Sri Lanang sebagai
pengarang Sejarah Melayu, karena (1) nama Tun Sri Lanang tidak terdapat di
dalam mukadimah Raffles 18; (2) naskah Raffles 18 memberikan nama tempat dan
hari penyusunan yang betul, yaitu di Pasir Raja dan pada hari Ahad dan bukan di
Pasai pada hari Kamis (Winstedt via Yock Fang, 1993:98).
Wilkinson (via Yock
Fang, 1993:98) menambahkan bahwa orang Melayu tidak bisa menyebutkan diri
sebagai pengarang. Jika dia meyebut dirinya, dia selalu menggunakan kata-kata
yang merendahkan diri, misalnya fakir yang jahil murakkab (sangat bodoh) dan
sebagainya. Tetapi pengarang Sejarah Melayu menyalahi kebiasaan ini. Sesudah
meyebut dirinya sebagai fakir yang sangat bodoh, kemudia menonjolkan gelarnya
sendiri serta nenek moyangnya. Tambahan pula silsilah bendahara yang diberikan
dalam Sejarah melayu juga salah.
Karya Sejarah
Jika Sastra Melayu
dinilai dengan ukuran yang diberikan oleh R.G. Collingwood, seorang sejarawan
Barat, bahwa sejarah pasti bersifat ilmiah (scientific), humanistik, rasional,
dan “self-revelatory”, maka Sastra Melayu tidak bisa dianggap sebagai karya sejarah.
Tiap bangsa mempunyai tradisi penulisan sejarah (histografi) yang berlainan.
Sejarawan Arab, Al-Mas’udi (meninggal 956) berpendapat bahwa sejarah
menceritakan peristiwa disekeliling raja-raja, dinasti atau hal-hal tertentu.
Bangsa Jawa juga berpendirian bahwa sejarah harus dapat menambah kekuatan raja
supaya raja dapat melindungi dunia dan rakyatnya. Pada bangsa Tionghoa, sejarah
hendaknya merupakan “cermin” kepada raja-raja, karena itu sejarawan harus
menghukum kezaliman dan menyanjung keadilan.
Meskipun Sejarah Melayu
tidak bisa dianggap sebagai karya sejarah menurut pengertian sejarah yang
modern, tetapi Sejarah Melayu adalah hasil pensejarahan (historiografi),
penulisan sejarah Melayu yang terbaik. Di dalamnya kita dapat memperoleh
gambaran yang jelas tentang pertumbuhan masyarakat Melayu untuk beberapa abad
lamanya. Kita juga dapat mengetahui “world-view”, yaitu pandangan bangsa Melayu
tentang dunia sekelilingnya. Sejarah Melayu adalah sumber sejarah yang kaya
sekali. Hal serupa diungkapkan oleh R. Roolvink yang menulis: “Sejarah Melayu
seperti yang kita ketahui saat ini adalah sebuah buku cerita dan catatan masa
lampau. Dia bukan sebuah karya sejarah, tetapi dia mengandung bahan-bahan
sejarah yang kaya sekali”.
Karya Sastra
Sejarah mempunyai hubungan
yang erat dengan sastra. Sejarah bisa ditulis dalam bahasa yang indah supaya
dapat menghidupkan suasana yang dilukiskannya. Sastra jga dapat mengambil
peristiwa-peristiwa sejarah sebagai bahannya. Di Yunani Kuno dan Tiongkok,
sejarah adalah bagian dari sastra. Sama halnya dengan Sejarah Melayu yang
merupakan sebuah karya sastra yang agung dan member gambaran yang hidup tentang
peristiwa-peristiwa yang berlaku pada suatu masa dahulu. Teknik penulisan
Sejarah Melayu juga tidak kalah dengan teknik penulisan masa kini. Di bawah ini
adalah ringkasan Sejarah Melayu, Raffles 18:
a.
Hikayat ini muali denga puji-pujian
kepada Allah, Rasul Allah dan sekalian sahabatnya. Kemudian diceritakan bahwa
pada tahun Hijrah 1021 pada zaman Sultan Aluddin Ri’ayat Syah di Pasir Raja,
Tun Bambang menjungjung titah Yang di-Pertuan Dihilir kepada bendahara supaya
diperbuat pertuturan segala raja-raja Melayu. Maka Bendahara pun menngaranglah
sebuah hikayat menurut apa yang didengarnya dari nenek moyangnya dan orang
tua-tua dahulu kita.
Cerita bermula dengan serangan Raja
Iskandar Zulkarnain ke atas negeri Hindi. Raja Kida Hindi kalah dan
mempersembahkan putrinya, Putri Syahrul Bariah, kepada Raja Iskandar. Maka
Putri Syahrul Bariah pun beranaklah. Cerita pertama ini berakhir dengan keturunan
Raja Iskardar hingga Raja Suran.
b.
Tersebut perkataan Raja Sulan, raja di
Nagapatam di benua Keling, hendak menaklukkan segala negeri. Maka segala negeri
yang ditemuinya habis dikalahkannya, di antaranya ialah negeri Gangga Nagara
dan Lenngui. Putri Raja Lenggui diambilnya sebagai istri. Setelah itu Raja
Sulan kembali ke benua Keling dan mendirika sebuah negeri yang terlalu besar,
Bija Nagara namanya.
Raja Sulan mangkat dan digantikan oleh
cucunda Raja Culan. Maka segala negeri pun takluk kepada baginda kecuali negeri
Cina, maka Raja Culan pun berangkat menyerang negeri Cina dan bala tentaranya
pun sudah sampai di Temasik. Raja Cina takut dan mengirim sebuah perahu ke
Temasik untuk menipu Raja Cula. Raja Culan tertipu dan kembali ke benua Keling.
Raja culan masuk ke dalam laut dan kawin
dengan putri raja Aftabul Ardi yang bernama Putri Mahtabul Bahri. Dari
perkawinan ini lahirlah tiga orang anak laki-laki. Hatta Raja Culan pun kembali
ke negeri Keling dengan beristrikan putri raja Hindustan. Maka anak cucu Raja
Culan dengan putri raja Hindustan inilah yang menjadi raja di negeri Bija
Nagara sampai sekarang.
c.
Tersebut perkataan dua orang perempuan
berhuma, Wan Empuk dan Wan Malini namanya. Pada suatu malam, mereka melihat
bahwa puncak Bukit Si Guntang menyala seperti api. Setelah hari siang, mereka
dapati bahwa nagara (puncak) bukit itu sudah jadi as dan Bicitram, Paladutani
dan Nilatanam, anak cucu raja Iskandar, nasab Raja Nusyirwan dan keturunan dari
Raja Sulaiman. Maka Wan Empuk dan Wan Malini pun kayalah sebab mendapat ketiga
anak raja ini.
Hatta Raja Palembang yang bernama Demang
Lebar Daun pun mendengar kabar ini dan membawa ketiga anak raja itu kembali ke
negerinya. Maka segala raja-raja pun datang menghadap. Anak raja yang tua
sekali dijemput orang Andalas untuk menjadi raja di Minangkabau dengan gelar
Sang Sapurba; anak raja yang tengah dijemput menjadi raja di Tanjung Pura
dengan gelar Sang Maniaka. Yang bungsu dirajakan oleh Demang lebar Daun di
Palembang dengan gelar Sang Utama. Demang Lebar Daun turun menjadi mangkubumi.
Sekali peritiwa seekor lembu hidup Wan
Empuk dan Wan Malini pun memuntahkan buih dan dari buih itu keluar seorang
manusia, Bat namanya. Maka Bat pun membaca ciri dan menamai Sang Utama itu Sri
Tri Buana. Maka Sri Tri Buana pun hendak beristri, tetapi segala putri yang
beradu dengan baginda itu menjadi kedal semuanya. Sudah tiga puluh sembilan
putri yang menjadi kedal sebab dijamah baginda. Hatta baginda pun memohon kawin
dengan putri Demang lebar Daun yang bernama Wan Sendari. Demang Lebar Daun
bersedia memberikan putrinya pada Sri Tri Buana kalau baginda berjanji tidak
akan memberi aib kepada hamba Melayu. Sri Tri Buana setuju tetapi meminta
Demang Lebar daun bersumpah bahwa segala hamba melayu tidak mendurhaka kepada
rajanya, jikalau ia zalim dn jahat pekerti sekalipun. Itulah sebabnya segala
raha-raja Melayu tidak pernah memberi aib pada segala hamba melayu. Syahdan
segala hamba Melayu juga tiada pernah durhaka dan memalingkan muka dari
rajanya.
Setelah berwaad dan berteguh-teguh
janji, maka Wan Sendari pun dikawinkan dengan Sri Tri Buana. Setelah hari
siang, maka dilihat baginda Wan Sendari tidak kedal. Baginda sangat sukacita.
Pekerjaan berjaga-jaga pun dimulai. Segala raja-raja, hulubalang dan rakyat
makan minum, bersuka-sukaan empat puluh hari empat puluh malam lamanya.
Hatta beberapa lamanyaSri Tri Buana pun
memohon berangkat ke laut hendak mencari tempat membuat negeri. Dengan diiringi
Demang Lebar Daun dan segala menteri hulubalang, maka Sri Tri Buana pun
berangkatlah. Semasa di Bintan, Wan Beni namanya, Sri Tri Buana bahkan
dinobatkan menjadi raja di Bintan. Hatta beberapa lamanya Sri Tri Buana
bermohon pergi bermain-main ke laut di Tanjung bemban, baginda nampak tanah di
seberang Tanjung Bemban itu terlalu putih pasirnya. Itulah tanah ttemasik. Maka
baginda naik perahu untuk menyebrang. Di tengah laut, ribut punturun. Segala
harta di dalam perahu itu sudah habis dibuang, tetapi kenaikan itu timbul juga.
Akhirnya, mahkota juga dibuang ke laut. Maka kenaikan pun timbul dan baginda
pun selamat naik ke darat dengan segala orang-orangnya. Hatta baginda nampak
seekor binatang yang terlalu tangkas lakunya, sikapnya pun terlalu perkasa.
Itulah Singa namanya. Maka baginda pun menamai Temasik itu Singapura dan
meminta Permaisuri Wan Sri Beni dikirimi rakyat, gajah, kda tiada terpermanai
banyaknya. Hatta baginda pun diamlah di Singapura. Hatta Singapura pun
besarlah, maka segala dagang pun berkampung terlalu ramai. Mashurlah
kebesarannya ke seluruh alam.
d.
Tersebut perkataan Batara Majaoahit
mendengar bahwa Singapura itu negeri besar dan rajanya tiada sembah pada
baginda, maka Batara Majapahit pun terlalu murka. Dikirimnya subang yang
digulung dari sekeping tatal yang ditarah tiada putus dan nipisnya seperti
kertas itu kepada raja Singapura. Raja Sinagpura paham akan maksud Batara Majapahit
dan mencukur rambut budak di hadapan utusan Jawa itu. Beliung itu dikirim
kepada Batara Majapahit. Batara Maja[ahit paham maksud raja Singapura dan
mengirim hulubalangnya untuk meyerang Singapura. Tetapi Singapura tiada alah
dan segala orang Jawa pun kembali ke Majapahit.
e.
Tersebut perkataan raja Bija Nagara
mempunyai seorang anak perempuan yang terlalu amat baik parasnya, Talai Pacudi
namanya. Hatta kecanttikannya pun kedengaran ke negeri Singapura. Raja
Singapura, Paduka Sri Pikrama, mengirim utusan untuk meminangnya. Pinangan
diterima dan Putri Talai Pacudi pun dikawinkan dengan putra baginda yang
bernama Raja Wikrama. Adapun baginda mempunyai seorang hulubalang yang terlalu
gagah berani, Badang namanya. Hulubalang Perak juga bukan saingannya.
Hatta baginda pun mangkat dan digantikan
anaknya Dam Raja dengan gelar Paduka Sri Maharaja. Maka istri baginda pun hamil
dan berputra seorang anak laki-laki. “Tatkala anak raja itu jadi ditumpu pada
bidannya, dinamai baginda Raja Iskandar Dzuilkarnain”.
f.
g.
Tersebut pula perkataan Mani Purindam,
seorang anak raja dari negeri Pahili di benua Keling, berlepas ke Melaka
setelah bertengkar dengan saudaranya yang naik kerajaan di dalam negeri. Di
Melaka, Mani Purindam diambil menantu oleh Sri Nara Diraja.
Setelah genap 57 tahun di atas kerajaan,
Sultan Muhammad Syah pun mangkat dan digantikan anakanda Raja Ibrahim yang
bergelar Sultan Abu Syahid. Maka Raja rekan pun mengaku Sultan Abu Syahid. Raja
Kassim, dengan bantuan Maulana Jalaluddin, merebut kerajaan kembali. Raja Rekan
terbunuh, demikian juga Sultan Abu Syahid. Raja Kassim naik tahta kerajaan
dengan gelar Sultan Muzaffar Syah. Adapun selama baginda diatas kerajaan,
terlalu adil dan murahnya dan saksamanya pada memeriksa segala rakyat. Syahdan
bagindalah yang menyuruh menyurat kitab undang-undang.
Tersebut pla perkataan bendahara Sri Wak
Raja mati makan racun, karena disangkanya baginda murka akannya. Hatta Sri Nara
Diraja pun dijadikan bendahara.
h.
i.
j.
Tersebut pula perkataan raja Cina
mendapat penyakit kedal. Penyakit itu akan sembuh sesudah raja Cina santao air
basuh kaki raja Melaka. Sejak itu raja Cina tiada mau disembah raja Melaka lagi
k.
Raja Melaka menyuruh meyerang siak yang
tiada mau meyembah ke Melaka. Raja Siak dibunuh dan anaknya ditangkap dan
dibawa ke Melaka.
Tersebut perkataan raja Muhammad, anak
Sultan Mansur Syah sedang berkuda di lebuh. Destarnya jatuh kena raga Tun
Besar, anak Bendahara Paduka Raja. Pengiring Raja Muhammad marah dan membunuh
Tun Besar. Semua anak buah Bendahara hendak mendurhaka. Bendahara Paduka Raj
memarahinya. Sultan Mansur Syah sangat murka dan membuang Raja Muhammad ke
Pahang. Di Pahanglah Raja Muhammad dirajakan. Hatta masyurlah kebesaran melaka
dari atas angin datang ke bawah angin. Maka oleh segala Arab dinamai Malakat.
l.
Tersebutlah perkataan Raja Semerluki
yang hendak megalahkan segala negeri yang dibwah angin. Banyak negeri di tanah
Jawa yang dirusakannya, tetapi Melaka dan Pasai tidak kalah. Raja Semerluki pun
kembali ke Mengkasar.
Maulana Abu Bakar datang ke Melaka
dengan membawa sebuah kitab yang berjudul Dar
al-Mazlum. Sultan Mansur Syah menyuruh artikan maksud ke Pasai. Hatta
Melaka mengutus ke Pasai pula menanyakan apakah isi surga dan isi neraka itu
kekal di dalamnya selam-lamanya. Hatta Kadi Yusuf yang banyak mengislamkan
orang Melaka itu juga berguru kepada Maulana Abu Bakar.
Tersebut pula perkataan Sultan Mansur
Syah hendak meminang Putri Gunung Ledang. Laksamana dan Sang Setia lalu
dititahkan ke Gunung Ledang. Putri Gunung Ledang mengajukan syarat-syarat yang
sukar dipenuhi oleh Raja Melaka, terutama semangkuk darah anak raja melaka.
m.
Tersebut perkataan raja Pasai, Sultan
Zainal Abidin, hendak dibunuh oleh saudaranya. Zainal Abidin melarikan diri ke
Melaka. Raja melaka menolongnya merebut kerajaannya kembali. Sesudah menjadi
raja kembali, Zainal Abidin tidak mau menyembah ke Melaka. Katanya yang sembah
di Melaka tinggallah di Melaka. Maka orang Melaka pun kembali ke Melaka. Sekali
lagi Zainal Abidin diturunkan orang dari kerajaan tetapi bendahara tidak mau
menolongnya lagi.
n.
o.
Tersebutlah perkataan raja Haru
berperang dengan raja Pasai, karena utusan Haru mati dibunuh di Pasai. Maka
raja Haru pun meyerang segala jajahan Melaka. Serangan Haru itu tidak berjaya
karena keberanian orang Melaka, terutama Sri Bija Diraja.
Tersebut pula perkataan raja Melaka
menyerang Kampar dan merajakan anaknya sendiri, Raja Menawar, sebagai raja
Kamar. Hatta Sultan Alauddin pun mangkat dan digantikan anakanda raja Mamat.
Adapun gelar baginda ialah Sultan Mahmud Syah.
Adapun Sultan Mahmud Syah itu mempunyai
sifat-sifat jahat bercampur dengan sifat-sifat baik. Yang jahatnya membunuh Sri
Bija Diraja karena kesalahan yang kecil-kecil saja dan membunuh adinda sendiri.
Sifat baiknya ialah sangat kasih akan Sri Wak Raja yang tahu akan gajah, kedua
baginda juga merendahkan diri untuk mengaji pada Maulana Yusuf.
p.
q.
r.
s.
t.
3. Hikayat
Merong Mahawangsa
4. Hikayat
Aceh
5. Misa
Melayu
6. Hikayat
Negeri Johor
7. Sejarah
Raja-Raja Riau
8. Silsilah
Melayu Dan Bugis
9. Tuhfat
al-Nafis
10.
Hikayat Banjar dan Kota Waringin
11.
Salasilah Kutai
12.
Hikayat Patani
13.
Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala
Dewa-Dewa
14.
Hikayat Hang Tuah
D.
E.
F.
G.
H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar