Rabu, 27 April 2016

Makalah Sastra Sejarah



BAB I
PENDAHULUAN
            Satra sejarah adalah suatu cabang sastra Melayu yang paling kaya dan mungkin paling penting juga. Hampir setiap kerajaan di Nusantara mempunyai sejarahnya sendiri. Sejarah itu biasanya menceritakan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi di istana dan nasib kerajaan selama beberapa keturunan menjadi pusat perhatiannya. Gagasan penulisan biasanya juga datang dari kalangan istana dan peminatnya juga hanya terdapat di kalangan istana saja. Itulah sebabnya sastra sejarah jarang dicetak di luar istana (C. Hooykaas via Yock Fang, 1993:87).
BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN SASTRA SEJARAH

Sejarah sebenarnya berasal dari syajarah yang dalam bahasa Arab berarti pohon. Syajarah al-nasab ialah pohon susur-galur. Satu istilah yang sering dipakai untuk pengertian sejarah ialah salasilah, silsilah. Dari istilah yang dipakai ditarik kesimpulan bahwa silsilah, daftar keturunan, adalah intisari dari sastra sejarah. R. Roolvink dalam kajiannya membuktikan bahwa Sejarah Melayu kemudian ditokok tambah sehingga pandangan orang melayu yang kita kenal hari ini. Karena sejarah, dalam pandangan orang melayu, adalah berbeda dengan sejarah, menurut pengertian Barat.
Dalam bahsa Inggris history berasal dari kata historia yang berati kajian, keterangan yang sistematis mengenai manusia yang bersifat kronologis. Dalam bahasa Jerman, istilah yang dipakai ialah Geschichte (atau geschiedenis, dalam bahasa Belanda) yang berasal dari geschehen, terjadi. Jadi, sejarah ialah sesuatu yang terjadi (kepada manusia) dan para sejarawan mentakrifkan sejarah sebagai kumpulan kenyataan manusia dan perkembangannya.
Sastra sejarah menjadi perdebatan dan menarik perhatian para sarjana. Ada sarjana yang mengatakan, bahwa sastra sejarah ini tidak membedakan cerita-cerita dongeng (mitos) dengan sejarah. Menurut R.A.  Kern pula biarpun sastra sejarah mengandung unsur-unsur sejarah, tetapi karena ia ditimbun dengan berbagai cerita khayalan, maka sebaiknya dikesampingkan saja (J.J Ras via Yock Fang, 1993:87). J.C. Bottoms berpendapat bahwa sastra sejarah Melayu tidak lebih dari hiburan orang-orang Melayu. “ketetapan, kesempurnaan, penyusunan yang teratur bukanlah prinsip yang penting: apa yang disenangi ialah dongeng, fantasi dan campuran daripada leteran di istana dan pelabuhan” (J.C.  Bottoms via Yock Fang, 1993:88).
Sebaliknya pada tahun 1888, Snouck Hurgronje mengatakan bahwa sastra sejarah adalah satu cabang kesusastraan yang amat menarik. Hoesein Djajadiningrat menyebut sastra sejarah sebagai local tradition, adalah sumber sejarah yang berharga. Tanpa Hikayat Raja-Raja Pasai tokoh Malikul Saleh yang batu nisannya terdapat di Samudera, pasti tidak dapat ditentukan siapa dia (H. Djajadiningrat via Yock Fang, 1993:88). Selanjutnya tentang sebuah hasil sastra sejarah yang paling fantastik dan paling menyimpang dari kebenaran sejarahnya, yaitu Hikayat Merong Mahawangsa, R.O. Winstedi menhujahkan bahwa cerita yang paling dekat dengan masa hidup si penulis, ceritanya makin berguna dan makin tepat.

B.      STRUKTUR SASTRA SEJARAH

 Susunan atau strktur sastra sejarah atau pensejarahan (historiography) Melayu biasanya terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah bagian yang bersifat mitos atau dongeng. Isinya menceritakan keadaan dahulu kala, asal mulanya raja-raja dalam negeri serta permulaan berlakunya adat-istiadat dan sebagainya.
Dalam Sejarah Melayu, raja-raja Melayu dikatakan adalah keturunan dari anak cucu Raja Iskandar yang turun di Bukit Si Guntang. Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai, Raja Pasai dikatakan adalah keturunan dari seorang anak yang dipelihara oleh gajah dengan Putri Betung. Sama halnya dengan Hikayat Aceh, raja-raja Aceh adalah keturunan dari seorang yang kawin dengan Putri Buluh, anak perempuan yang keluar dari buluh. Sehingga boleh dikatakan hampir semua sastra sejarah dimulai dengan cerita yang sama, yaitu raja yang memerintah adalah keturunan dari raja yang besar, seperti Raja Iskandar atau Nabi Adam (Sejarah Tambusi). Paling sedikit, mereka adalah keturunan dari raja yang luar biasa kelahirannya, dari Putri Betung, Putri Kayangan atau anak raja yang diperoleh dari pertapaan.
Bagian kedua adalah bagian yang historis, teristimewa kalau pengarangnya menceritakan masa hidupnya sendiri. Walaupun demikian, cerita-cerita yang merugikan raja yang memerintah diringkas ceritanya atau dikesampingkan sama sekali.
Dalam segi-segi tertentu, sastra sejarah Melayu sama dengan sastra Jawa. Kedua-duanya bertujuan menerangkan sifat-sifat ketuhanan dari raja dan fungsinya. Kedua-duanya juga menyusur-galurkan nenek moyang persamaannya yang memerintah kepada raja-raja yang turun dari kayangan. Selain itu, raja juga dianggap memiliki kekuatan gaib, sehingga dengan memujanya, kekuatan raja yang memerintah akan bertambah. Yang mau dicapai ialah pengaruh-pengaruh gaibnya (Hall via Yock Fang, 1993:89). Hanya dengan mengetahui latar belakang sastra sejarah ini, sastra sejarah Jawa baru dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
Satu lagi jenis sastra sejarah yang perlu disebut, yaitu sastra sejarah Bugis dan Makasar. Sastra sejarah Bugis biasanya lebih dapat dipercayai. Orang Bugis memiliki kebiasaan menyimpan catatan-catatan, surat-surat perjanjian dan salasilah raja. Dari catatan-catatan inilah berasal sastra sejarah Bugis.
Sastra sejarah Bugis juga dapat dibagikan dalam dua bagian. Bagian pertama ialah bagian dongeng yang menceritakan raja-raja yang turun dari kayangan. Yang agak berbeda adalah penulisnya selalu memakai perkataan konon, menurut setengah kaul (cerita) dan sebagainya. Bagian kedua ialah bagian historis. Cerita-ceritanya terkadang bersifat Bugis sentris dan mengagungkan orang Bugis (J. Noordyun via Yock Fang, 1993:89).

C.      BEBERAPA KARYA SEJARAH SASTRA YANG PENTING

 Di bawah ini dibahas sebagian dari karya sastra sejarah yang penting.
    1.     Hikayat Raja-Raja Pasai
Hikayat Raja-Raja Pasai adalah hasil sastra sejarah yang tertua yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang berlaku antara 1250-1350, yaitu dari zaman Malikul Saleh hingga sampai ditaklukan oleh Majapahit pada tahun 1350. Winstedt (via Yock Fang, 1993:89) berpendapat bahwa sebagian kecil dai hikayat ini pernah dipetik dalam Sejarah Melayu Bab 7 dan 9, terkadang kata demi kata, sebagian besar dari hikayat ini pasti sudah tertulis sebelum tahun 1511.
Winstedt menambahkan bahwa pengaruh Hikayat Raja-Raja Pasai terhadap Sejarah Melayu tidak terbatas pada penyaduran dalam Bab 7 dan 9 saja. Gaya dan cara penulisan Hikayat Raja-Raja Pasai juga ditiru dalam Sejarah Melayu. Tentang bahasa, hikayat ini dikatakan bahwa hikayat ini ditulis dalam bahasa Melayu yang baik. Bentuk kunonya sedikit sekali, kecuali pemakaian partikel pertanyaan seperti kutaha.
A.H. Hill yang pernah menyunting Hikayat Raja-Raja Pasai serta menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris juga berpendapat Hikayat Raja-Raja Pasai adalah sastra Melayu yang tertua, yang ditulis dalam bahasa Melayu Melaka yang ditunjukan dengan pemakaian bahasa dalam. Bentuk-bentuk kata kuno seperti kutaha banyak yang sudah hilang dari sastra Melayu sejak abad ke-15, tetapi beberapa masih ditemukan dalam hikayat ini, misalnya nentiasa (untuk senantiasa), pernah (untuk pernah), kendiri (untuk sendiri) dan  mangkin (untuk makin) (Hill via Yock Fang, 1993: 90).
Sedangkan A. Teeuw (via Yock Fang, 1993:90) yang telah mengkaji Hikayat Raja-Raja Pasai dengan mendalam, berpendapat bahwa tidak mungkin Hikayat Raja-Raja Pasai lebih dulu tertulis daripada Sejarah Melayu. Hal itu dikarenakan cerita Sejarah Melayu lebih masuk akal, tidak dibuat-buat dan diceritakan dengan lucu sekali. Sedangkan teks dalam Hikayat Raja-Raja Pasai ternyata ditulis untuk mengagung-agungkan Pasai. Kalau betul Sejarah Melayu mengambil ceritanya dari Hikayat Raja-Raja Pasai, maka Sejarah Melayu pasti disusun dengan tujuan menghina Pasai. Sedangkan Melaka tidak mempunyai alasan untuk merendahkan Pasai, karena semasa Sejarah Melayu itu ditulis, Melaka sedang di puncak kemegahannya dan Pasai sudah mundur. A. Teeuw juga menulis bahwa ada 4 kali Hikayat Raja-Raja Pasai memberikan cerita yang salah, sedangkan cerita dalah Sejarah Melayu lebih mendekati kebenaran sejarah.
Sedangkan Amin Sweeney berpendapat berdasarkan pemakaian kata, ia, sabda, dan ujar, penulis Sejarah Melayu dipengaruhi oleh Hikayat Raja-Raja Pasai. Dengan kata lain, Hikayat Raja-Raja Pasai lebih dulu ditulis daripada Sejarah Melayu. Akan tetapi alasan yang dikemukakannya berlainan dengan alasan yang dikemukakan oleh Winstedt dan A.H. Hill (Sweeney via Yock Fang, 1993:91).
Hikayat Raja-Raja Pasai dikatakan sebagai hasil sastra sejarah dapat dilihat dari sejauh mana hikayat ini menjadi sumber sejarah, contohnya Malikul Saleh adalah tokoh sejarah. Baginda merupakan raja Pasai yang pertama memeluk Islam. Batu nisannya diimpor dari Cambay adalah bukti nyata. Bahwa di dalam istana pernah terjadi perselisihan yang menyebabkan terbunuhnya seorang putra raja yang gagah perkasa, juga dapat dipercayai. Demikian juga cerita penaklukan Majapahit terhadap Pasai. Perlu diingat, meskipun dasar-dasar hikayat ini adalah sejarah, ceritanya lebih bersifat dongeng daripada sejarah.
Ringkasan Cerita kemudian (Hill via Yock Fang, 1993:91-93)
Pasai adalah negeri yang pertama masuk Islam. Tersebutlah bahwa di Pasai ada dua orang bersaudara yang menjadi raja, masing-masing bernama Raja Ahmad dan Raja Muhammad. Suatu hari Raja Muhammad pergi membuka hutan mencari temapat membuat negeri. Maka ditemuinya seorang budak erempuan dalam buluh betung. Budak perempuan itu diberi nama Putri Betung. Tidak lama kemudian, Raja Ahmad, ketika berburu, juga mendapat seorang budak lelaki yang duduk di atas kepala gajah. Budak itu dinamakan Merah gajah. Raja Muhammad menikahkan Putri Betung dengan Merah Gajah. Dari perkawinan ini, lahirlah dua orang putra yang masing-masing diberi nama Merah Silu dan Merah Hasum.
Suatu hari, Merah gajah secara berolok-olok, mencabut rambut istrinya Putri Betung. Darah tidak berhenti keluar dari rambut Putri betung. Maka Putri Betung pun mati. Raja Muhammad sangat marah, Merah Gajah lalu dibunuhnya. Raja ahmad menjadi murka pula karena kematian Merah Gajah. Maka berperanglah kedua raja bersaudara itu, dan merek atewas. Merah Silu dan Merah Hasum lalu berpindah untuk mencari tempat tinggal yang lebih baik.
Merah Silu membuat jala menagkap ikan, dan mendapat emas yang banyak. Maka kayalah Merah Silu. Kemusian Merah Silu berselisih paham dengan Merah Hasum dan pergi mencari tempat tinggal di tempat lain.
Di suatu tempat, ia bertemu dengan Megat Iskandar, yang sangat menyayanginya. Selang tiada berapa lama Merah Silu dirajakan di dalam neger. Saudara Megat Iskandar, Sultan Malikul Nasar, sangat murka karena suatu perkara. Dikerahkanlah tentara untuk menyerang Merah Silu. Tetapi sia-sia usahanya, justru dia terpaksa melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa.
Tersebut pula perkataan Merah Silu membuat negeri di tempat di mana ia bertemu semut besar, Samudra nama negerinya. Maka mashurlah Samudra sampai ke Mekah. Syarif Mekah atas perintah Nabi Muhammad, mengutus seorang nahkoda bernama Syaikh Ismail bersama-sama dengan Raja Muhammad dari Mengiri pergi ke negeri Samudra. Pada malam itu juga Merah Silu bermimpi: bahwa Nabi Muhammad mengunjunginya dan mengajarinya mengucap Syahadat. Ia diberitahu juag bahwa ia akan diangkat menjadi sultan dengan gelar Malikul Saleh. Pada keesokan harinya Syaikh Islail dan fakir Muhammad pun sampailah. Ternyata Merah Silu sudah dapat mengucap Syahadat dan membaca Al-Quran. Maka Merah Silu pun ditabalkan menjadi raja dengan gelar Malikul Saleh. Rakyatnya juga semua masuk Islam dengan sukarela. Samudra lalu dikenal dengan nama Darul Islam. Adapun dua orang besar negeri itu masing-masing bergelar Sayid Ali Ghiatul-din dan Sayid Asmayuddin.
Maka kekallah Sultan Malikul Saleh di atas kerajaan. Seorang putri Perlak yang bernama Putri Ganggang diambil istri. Tidak lama sesudahnya, Putri Ganggang pun hamil dan melahirkan seorang anak yang  diberi nama Sultan Malikul Zahir.
Tersebut pula perkataan Sultan Malikul Saleh membuka negeri Pasai. Sesudah besar Sultan Malikul Zahir pun dinobatkan di Pasai. Adapun Sultan Malikul Zahir itu mempunyai dua orang putra, masing-masing bernama Malikul Mahmud dan Malikul Mansur. Sesudah dewasa, Sultan Malikul Mahmud dirajakan di Pasai dengan Sayid Ghiatul-din sebagai perdana menterinya. Sultan Malikul Mansur dirajakan di Samudra dengan Sayid Asmayuddin sebagai menteri.
Maka dengan itu Samudra dan Psai pun menjadi negeri besar lagi makmur. Rakyatnya ramai sekali. Raja Siam yang mendengar berita itu menjadi iri hati dan mengerahkan tetaranya untuk menyerang Pasai. Berkat keberanian orang-orang Pasai, serangan Siam itu dapat dipatahkan. Makin mashurlah nama Pasai ke seluruh negeri.
Adapun Sultan Malikul Mahmud memiliki dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki, Sultan Ahmad Perumudal Perumal namanya.
Sekali peristiwa Sultan Malikul Mansur pergi bertamasya dan lewat di depan istana abangnya, Sultan Malikul Mahmud. Waktu itu Sultan Malikul Mahmud sedang bepergian. Dilihatnya seorang perempuan yang terlalu baik parasnya keluar dari istana. Sultan Malikul Mansur lalu membawa perempuan itu pulang ke istananya. Sultan Malikul Mahmud amat murka mendengar perbuatan adiknya ini. Dicarinya ikhtiar untuk membalas dendam.
Pada suatu hari Sultan Malikul Mahmud mengundang adiknya Sulta Malikul Mansur dan menterinya Asmayuddin datang menghadiri suatu perayaan. Ketika Sultan Malikul Mansur datang, ia segera ditangkap dan dipenjarakan. Menterinya Asmayuddin, dipenggal lehernya. Tidak lama kemudian Sultan Malikul Mahmud menyesal atas perbuatannya yang terlalu kejam itu. Sultan Malikul Mansur lalu dibebaskan. Setelah dibebaskan Sultan Malikul Mansur menziarahi kubur menterinya Asmayuddin dan meninggal di situ. Tidak lama kemudian Sultan Malikul Mahmud juga wafat. Putranya Sutan Ahmad dirajakan di dalam negeri.
Adapun Sultan Ahmad ini, tiga puluh orang anaknya. Di antara anak-anaknya itu. Lima yang seib-sebapa. Yang sulung Tun Beraim Bapa namanya, terkenal dengan keperkasaannya. Yang kedua Tun Abdul Jalil, terkenal dengan parasnya yang bagus; dan yang ketiga Tun Abdul Fazil, terkenal dengan alimnya. Yang keempat dan yang bungsu adalah anak perempuan yang sangat baik parasnya.
Tersebut pula Sultan Ahmad yang berahikan anak perempuannya sendiri. Seorang menteri menasihati Sultan Ahmad tentang perkara ini, tetapi sia-sia. Tun Beraim Bapa ketika diberitahu niat ayahnya itu, terus membawa adik-adiknya ke tempat tinggalnya di Tukas.

    2.     Sejarah Melayu
Sejarah Melayu atau Sulalatus Salatin adalah hasil sastra sejarah yang terpenting karena bahasanya dianggap betul dan indah, serta juga karena gambaran yang diberikan tentang masyarakat Melayu Lama. Pada tahun 1831, Munsyi Abdullah sudah menerbitkannya untuk keperluan anak-anak yang ingin belajar bahasa Melayu yang betul. Selama 150 tahun ini, Sejarah Melayu pernah beberapa kali diterbitkan dan disalin ke dalam berbagai bahasa, diantaranya bahasa Inggris, Perancis dan Tionghoa.

Bentuk Asal
Menurut R. Roolvink (via Yock Fang, 1993:93), bentuk asal Sejarah Melayu adalah satu (silsilah) daftar keturunan raja-raja Melayu. Petrus van der Vorm, dalam kata pengantar kepada kamus Melayu yang dibuatnya, Collectanca Malaica Vocabularia (1770-1778) memberikan satu ringkasan sejarah orang Melayu dari satu daftar salasilah yang mencatat tarikh seorang raja naik tahta dan lama kerajaannya. Valentjin dalam bukunya Oud en Nieuw Oost-Indien (1726) menyebutkan bahwa kitab yang berjudul Soelalet Essalatina menyajikan ringkasan sejarah orang-orang Melayu dan satu daftar salasilah raja-raja Melayu yang meyebutkan tahun masehinya.
Keterangan dari Petrus van der Vorm dan Valentjin berbeda sekali dengan Sejarah Melayu yang kita kenal saat ini, baik versi Raffles 18 maupun versi yang lain. Sejarah Melayu yang mereka jumapi pasti berupa daftar keturunan raja-raja Melayu, satu Sulalatus Salatin. Sedangkan naskah yang ditemukan R. Roolvink berjudul Cerita Asal Raja-Raja Melayu. Judul ini adalah terjemahan yang tepat bagi Sulalatus Salatin.
W. Linehan (via Yock Fang, 1993:94) mengatakan: “bahan yang mula-mula tertulis (silsilah dan sebagainya) menjadi dasar dari sebuah kitab sejarah yang pada akhirnya muncul sebagai Sejarah Melayu”. E. Netscher saat menulis tentang sejarah Riau pada tahun 1854, menjumpai beberapa teks Sejarah Melayu yang mengandung tarikh dan penemuan naskah Maxwell 105 di Perpustakaan Royal Asiatic Society di London yang di dalamnya terdapat catatan Winstedt yang berbunyi: “naskah ini mulai dengan Sejarah Melayu yang diringkas dan berakhir dengan sejarah Johor dan Perak”.
R. Roolvink berpendapat bahwa Sejarah Melayu yang kita ketahui saat ini adalah hasil dari suatu perkembangan yang bertingkat-tingkat. Bentuk asal Sejarah Melayu adalah satu daftar keturunan raja-raja (Kinglist) yang menyebut lamanya seorang raja di atas kerajaannya berserta tarikhnya. Daftar keturunan raja-raja ini kemudian diperluas dengan berbagai cerita sehingga menjadi naskah seperti naskah Maxwell 105, dan jika diperluas sekali lagi menjadi naskah seperti Raffles 18.

Tujuan dan Tema
Sejarah Melayu ditulis untuk menunjukan daulat dan kebesaran raja-raja Melayu, sehingga diharapkan semua raja-raja kecil dan rakyat takut dan menunjukan taat setia yang tidak berbelah bagi kepada raja. Sebenarnya taat setia dang pantang durhaka adalah satu konsep yang sangat penting dalam kebudayaan Hindu, tetapi Sejarah Melayu mewarnakan dengan unsur-unsur Islam. Taat setia kepada rajanya bukanlah karena raja adalah dewa atau titisan dewa, melainkan karena perjanjian yang dibuat antara Sri Tri Buana, raja Melayu yang pertama dengan Demang Lebar Daun. Sri Tri Buana bersumpah tidak akan memberikan aib kepada rakyat Melayu, sebaliknya Demang Lebar Daun juga bersumpah rakyat Melayu tidak akan mendurhaka dan memalingkan muka dari rajanya, meski jahat budi pekertinya. Dalam wasiat raja juga senantiasa ditegaskan hubungan yang erat antara raja dan rakyatnya.
Sejarah Melayu ditulis untuk menampakan kebesaran raja-raja Melayu, tetapi hal ini dilakukan oleh penulisnya dengan berlebihan. Sebaliknya segala keburukan raja-raja Melayu juga tidak luput dari perhatian penulisnya, terutama kezaliman seorang raja. Meskipun demikian, bangsa melayu dalah bangsa yang cukup baik baik daripada bangsa yang lain, karena kecerdikannya.

Pengarang dan Masa Tertulisnya Sejarah Melayu
Sejarah Melayu memiliki beberapa versi yang ditulis oleh beberapa pengarang dan pada masa yang berbeda. Menurut R. Roolvink (via Yock Fang, 1993:97), ada sedikitnya 7 versi Sejarah Melayu, yaitu daftar keturunan raja-raja Melayu (Kinglist), versi yang diwakili Maxwell 105, Raffles 18, versi pendek, versi panjang, versi Siak, dan versi Palembang. Menurut R. Roolvink, Raffles 18 ditulis pada tahun 1021 H (1612 M) seperti yang tersebut dalam mukadimahnya. Versi panjang dan versi pendek, R. Roolvink berpendapat, kedua versi ini disusun selepas tahun 1720, yaitu pada paruh kedua abad ke-18. Menurut R.O. Winstedt (via Yock Fang, 1993:97), Raffles 18 atau Hikayat Melayu yang dibawa orang dari Goa, pasti sudah selesai ditulis sebelum 1532. Pada tahun 1612, Hikayat Melayu ini diperbaiki dan hasilnya adalah versi pendek dan versi panjang Sejarah Melayu. Tentang pengarangnya, R.O. Winstedt berpendapat bahwa Raffles 18 ditulis oleh seorang peranakan Tamil yang mengenal kehidupan dalam istana, bahasa Sansekerta, Parsi, Tamil dan Arab. Dia juga sedikit mengetahui bahasa Cina dan Siam, berpengetahuan luas tentang sastra Islam, Jawa, dan India. Ada kemungkinan dia juga seorang sufi. Tentang versi pendek dan panjang, Winstedt yakin bahwa Tun Bambang yang memperbaikinya. Tun Bambang adalah anak dari Sri Akar Raja yang bergelar Sri Nara Wangsa. Dia adalah kemenakan Raja Abdullah, sebab ayahnya saudara Raja Abdullah.
Sedangkan pendapat umum yang diterima bahwa Tun Sri Lanang, Bendahara Paduka Raja adalah pengarang atau penyusun Sejarah Melayu. Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan (1) nama Tun Sri Lanang disebut di dalam pendahuluan versi pendek dan panjang; (2) Bustanus Salatin, pasal 12, bab 12 menyebutkan bahwa Sulalatus Salatin dikarang oleh Bendahara Paduka Raja yang bergelar Tun Sri Lanang.
Meskipun C. Hooykaas dan T. Iskandar (1964) menyetujui bahwa Tun Sri Lanang adalah pengarang Sejarah Melayu. R.O. Winstedt dan R.J. Wilkinson mempunyai pendapat yang berlainan. Berdasarkan mukadimah Raffles 18, Winstedt menolak Tun Sri Lanang sebagai pengarang Sejarah Melayu, karena (1) nama Tun Sri Lanang tidak terdapat di dalam mukadimah Raffles 18; (2) naskah Raffles 18 memberikan nama tempat dan hari penyusunan yang betul, yaitu di Pasir Raja dan pada hari Ahad dan bukan di Pasai pada hari Kamis (Winstedt via Yock Fang, 1993:98).
Wilkinson (via Yock Fang, 1993:98) menambahkan bahwa orang Melayu tidak bisa menyebutkan diri sebagai pengarang. Jika dia meyebut dirinya, dia selalu menggunakan kata-kata yang merendahkan diri, misalnya fakir yang jahil murakkab (sangat bodoh) dan sebagainya. Tetapi pengarang Sejarah Melayu menyalahi kebiasaan ini. Sesudah meyebut dirinya sebagai fakir yang sangat bodoh, kemudia menonjolkan gelarnya sendiri serta nenek moyangnya. Tambahan pula silsilah bendahara yang diberikan dalam Sejarah melayu juga salah.

Karya Sejarah
Jika Sastra Melayu dinilai dengan ukuran yang diberikan oleh R.G. Collingwood, seorang sejarawan Barat, bahwa sejarah pasti bersifat ilmiah (scientific), humanistik, rasional, dan “self-revelatory”, maka Sastra Melayu tidak bisa dianggap sebagai karya sejarah. Tiap bangsa mempunyai tradisi penulisan sejarah (histografi) yang berlainan. Sejarawan Arab, Al-Mas’udi (meninggal 956) berpendapat bahwa sejarah menceritakan peristiwa disekeliling raja-raja, dinasti atau hal-hal tertentu. Bangsa Jawa juga berpendirian bahwa sejarah harus dapat menambah kekuatan raja supaya raja dapat melindungi dunia dan rakyatnya. Pada bangsa Tionghoa, sejarah hendaknya merupakan “cermin” kepada raja-raja, karena itu sejarawan harus menghukum kezaliman dan menyanjung keadilan.
Meskipun Sejarah Melayu tidak bisa dianggap sebagai karya sejarah menurut pengertian sejarah yang modern, tetapi Sejarah Melayu adalah hasil pensejarahan (historiografi), penulisan sejarah Melayu yang terbaik. Di dalamnya kita dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang pertumbuhan masyarakat Melayu untuk beberapa abad lamanya. Kita juga dapat mengetahui “world-view”, yaitu pandangan bangsa Melayu tentang dunia sekelilingnya. Sejarah Melayu adalah sumber sejarah yang kaya sekali. Hal serupa diungkapkan oleh R. Roolvink yang menulis: “Sejarah Melayu seperti yang kita ketahui saat ini adalah sebuah buku cerita dan catatan masa lampau. Dia bukan sebuah karya sejarah, tetapi dia mengandung bahan-bahan sejarah yang kaya sekali”.

Karya Sastra
Sejarah mempunyai hubungan yang erat dengan sastra. Sejarah bisa ditulis dalam bahasa yang indah supaya dapat menghidupkan suasana yang dilukiskannya. Sastra jga dapat mengambil peristiwa-peristiwa sejarah sebagai bahannya. Di Yunani Kuno dan Tiongkok, sejarah adalah bagian dari sastra. Sama halnya dengan Sejarah Melayu yang merupakan sebuah karya sastra yang agung dan member gambaran yang hidup tentang peristiwa-peristiwa yang berlaku pada suatu masa dahulu. Teknik penulisan Sejarah Melayu juga tidak kalah dengan teknik penulisan masa kini. Di bawah ini adalah ringkasan Sejarah Melayu, Raffles 18:
              a.          Hikayat ini muali denga puji-pujian kepada Allah, Rasul Allah dan sekalian sahabatnya. Kemudian diceritakan bahwa pada tahun Hijrah 1021 pada zaman Sultan Aluddin Ri’ayat Syah di Pasir Raja, Tun Bambang menjungjung titah Yang di-Pertuan Dihilir kepada bendahara supaya diperbuat pertuturan segala raja-raja Melayu. Maka Bendahara pun menngaranglah sebuah hikayat menurut apa yang didengarnya dari nenek moyangnya dan orang tua-tua dahulu kita.
Cerita bermula dengan serangan Raja Iskandar Zulkarnain ke atas negeri Hindi. Raja Kida Hindi kalah dan mempersembahkan putrinya, Putri Syahrul Bariah, kepada Raja Iskandar. Maka Putri Syahrul Bariah pun beranaklah. Cerita pertama ini berakhir dengan keturunan Raja Iskardar hingga Raja Suran.
             b.          Tersebut perkataan Raja Sulan, raja di Nagapatam di benua Keling, hendak menaklukkan segala negeri. Maka segala negeri yang ditemuinya habis dikalahkannya, di antaranya ialah negeri Gangga Nagara dan Lenngui. Putri Raja Lenggui diambilnya sebagai istri. Setelah itu Raja Sulan kembali ke benua Keling dan mendirika sebuah negeri yang terlalu besar, Bija Nagara namanya.
Raja Sulan mangkat dan digantikan oleh cucunda Raja Culan. Maka segala negeri pun takluk kepada baginda kecuali negeri Cina, maka Raja Culan pun berangkat menyerang negeri Cina dan bala tentaranya pun sudah sampai di Temasik. Raja Cina takut dan mengirim sebuah perahu ke Temasik untuk menipu Raja Cula. Raja Culan tertipu dan kembali ke benua Keling.
Raja culan masuk ke dalam laut dan kawin dengan putri raja Aftabul Ardi yang bernama Putri Mahtabul Bahri. Dari perkawinan ini lahirlah tiga orang anak laki-laki. Hatta Raja Culan pun kembali ke negeri Keling dengan beristrikan putri raja Hindustan. Maka anak cucu Raja Culan dengan putri raja Hindustan inilah yang menjadi raja di negeri Bija Nagara sampai sekarang.
              c.          Tersebut perkataan dua orang perempuan berhuma, Wan Empuk dan Wan Malini namanya. Pada suatu malam, mereka melihat bahwa puncak Bukit Si Guntang menyala seperti api. Setelah hari siang, mereka dapati bahwa nagara (puncak) bukit itu sudah jadi as dan Bicitram, Paladutani dan Nilatanam, anak cucu raja Iskandar, nasab Raja Nusyirwan dan keturunan dari Raja Sulaiman. Maka Wan Empuk dan Wan Malini pun kayalah sebab mendapat ketiga anak raja ini.
Hatta Raja Palembang yang bernama Demang Lebar Daun pun mendengar kabar ini dan membawa ketiga anak raja itu kembali ke negerinya. Maka segala raja-raja pun datang menghadap. Anak raja yang tua sekali dijemput orang Andalas untuk menjadi raja di Minangkabau dengan gelar Sang Sapurba; anak raja yang tengah dijemput menjadi raja di Tanjung Pura dengan gelar Sang Maniaka. Yang bungsu dirajakan oleh Demang lebar Daun di Palembang dengan gelar Sang Utama. Demang Lebar Daun turun menjadi mangkubumi.
Sekali peritiwa seekor lembu hidup Wan Empuk dan Wan Malini pun memuntahkan buih dan dari buih itu keluar seorang manusia, Bat namanya. Maka Bat pun membaca ciri dan menamai Sang Utama itu Sri Tri Buana. Maka Sri Tri Buana pun hendak beristri, tetapi segala putri yang beradu dengan baginda itu menjadi kedal semuanya. Sudah tiga puluh sembilan putri yang menjadi kedal sebab dijamah baginda. Hatta baginda pun memohon kawin dengan putri Demang lebar Daun yang bernama Wan Sendari. Demang Lebar Daun bersedia memberikan putrinya pada Sri Tri Buana kalau baginda berjanji tidak akan memberi aib kepada hamba Melayu. Sri Tri Buana setuju tetapi meminta Demang Lebar daun bersumpah bahwa segala hamba melayu tidak mendurhaka kepada rajanya, jikalau ia zalim dn jahat pekerti sekalipun. Itulah sebabnya segala raha-raja Melayu tidak pernah memberi aib pada segala hamba melayu. Syahdan segala hamba Melayu juga tiada pernah durhaka dan memalingkan muka dari rajanya.
Setelah berwaad dan berteguh-teguh janji, maka Wan Sendari pun dikawinkan dengan Sri Tri Buana. Setelah hari siang, maka dilihat baginda Wan Sendari tidak kedal. Baginda sangat sukacita. Pekerjaan berjaga-jaga pun dimulai. Segala raja-raja, hulubalang dan rakyat makan minum, bersuka-sukaan empat puluh hari empat puluh malam lamanya.
Hatta beberapa lamanyaSri Tri Buana pun memohon berangkat ke laut hendak mencari tempat membuat negeri. Dengan diiringi Demang Lebar Daun dan segala menteri hulubalang, maka Sri Tri Buana pun berangkatlah. Semasa di Bintan, Wan Beni namanya, Sri Tri Buana bahkan dinobatkan menjadi raja di Bintan. Hatta beberapa lamanya Sri Tri Buana bermohon pergi bermain-main ke laut di Tanjung bemban, baginda nampak tanah di seberang Tanjung Bemban itu terlalu putih pasirnya. Itulah tanah ttemasik. Maka baginda naik perahu untuk menyebrang. Di tengah laut, ribut punturun. Segala harta di dalam perahu itu sudah habis dibuang, tetapi kenaikan itu timbul juga. Akhirnya, mahkota juga dibuang ke laut. Maka kenaikan pun timbul dan baginda pun selamat naik ke darat dengan segala orang-orangnya. Hatta baginda nampak seekor binatang yang terlalu tangkas lakunya, sikapnya pun terlalu perkasa. Itulah Singa namanya. Maka baginda pun menamai Temasik itu Singapura dan meminta Permaisuri Wan Sri Beni dikirimi rakyat, gajah, kda tiada terpermanai banyaknya. Hatta baginda pun diamlah di Singapura. Hatta Singapura pun besarlah, maka segala dagang pun berkampung terlalu ramai. Mashurlah kebesarannya ke seluruh alam.
             d.          Tersebut perkataan Batara Majaoahit mendengar bahwa Singapura itu negeri besar dan rajanya tiada sembah pada baginda, maka Batara Majapahit pun terlalu murka. Dikirimnya subang yang digulung dari sekeping tatal yang ditarah tiada putus dan nipisnya seperti kertas itu kepada raja Singapura. Raja Sinagpura paham akan maksud Batara Majapahit dan mencukur rambut budak di hadapan utusan Jawa itu. Beliung itu dikirim kepada Batara Majapahit. Batara Maja[ahit paham maksud raja Singapura dan mengirim hulubalangnya untuk meyerang Singapura. Tetapi Singapura tiada alah dan segala orang Jawa pun kembali ke Majapahit.
              e.          Tersebut perkataan raja Bija Nagara mempunyai seorang anak perempuan yang terlalu amat baik parasnya, Talai Pacudi namanya. Hatta kecanttikannya pun kedengaran ke negeri Singapura. Raja Singapura, Paduka Sri Pikrama, mengirim utusan untuk meminangnya. Pinangan diterima dan Putri Talai Pacudi pun dikawinkan dengan putra baginda yang bernama Raja Wikrama. Adapun baginda mempunyai seorang hulubalang yang terlalu gagah berani, Badang namanya. Hulubalang Perak juga bukan saingannya.
Hatta baginda pun mangkat dan digantikan anaknya Dam Raja dengan gelar Paduka Sri Maharaja. Maka istri baginda pun hamil dan berputra seorang anak laki-laki. “Tatkala anak raja itu jadi ditumpu pada bidannya, dinamai baginda Raja Iskandar Dzuilkarnain”.
              f.           
             g.          Tersebut pula perkataan Mani Purindam, seorang anak raja dari negeri Pahili di benua Keling, berlepas ke Melaka setelah bertengkar dengan saudaranya yang naik kerajaan di dalam negeri. Di Melaka, Mani Purindam diambil menantu oleh Sri Nara Diraja.
Setelah genap 57 tahun di atas kerajaan, Sultan Muhammad Syah pun mangkat dan digantikan anakanda Raja Ibrahim yang bergelar Sultan Abu Syahid. Maka Raja rekan pun mengaku Sultan Abu Syahid. Raja Kassim, dengan bantuan Maulana Jalaluddin, merebut kerajaan kembali. Raja Rekan terbunuh, demikian juga Sultan Abu Syahid. Raja Kassim naik tahta kerajaan dengan gelar Sultan Muzaffar Syah. Adapun selama baginda diatas kerajaan, terlalu adil dan murahnya dan saksamanya pada memeriksa segala rakyat. Syahdan bagindalah yang menyuruh menyurat kitab undang-undang.
Tersebut pla perkataan bendahara Sri Wak Raja mati makan racun, karena disangkanya baginda murka akannya. Hatta Sri Nara Diraja pun dijadikan bendahara.
             h.           
               i.           
               j.          Tersebut pula perkataan raja Cina mendapat penyakit kedal. Penyakit itu akan sembuh sesudah raja Cina santao air basuh kaki raja Melaka. Sejak itu raja Cina tiada mau disembah raja Melaka lagi
             k.          Raja Melaka menyuruh meyerang siak yang tiada mau meyembah ke Melaka. Raja Siak dibunuh dan anaknya ditangkap dan dibawa ke Melaka.
Tersebut perkataan raja Muhammad, anak Sultan Mansur Syah sedang berkuda di lebuh. Destarnya jatuh kena raga Tun Besar, anak Bendahara Paduka Raja. Pengiring Raja Muhammad marah dan membunuh Tun Besar. Semua anak buah Bendahara hendak mendurhaka. Bendahara Paduka Raj memarahinya. Sultan Mansur Syah sangat murka dan membuang Raja Muhammad ke Pahang. Di Pahanglah Raja Muhammad dirajakan. Hatta masyurlah kebesaran melaka dari atas angin datang ke bawah angin. Maka oleh segala Arab dinamai Malakat.
               l.          Tersebutlah perkataan Raja Semerluki yang hendak megalahkan segala negeri yang dibwah angin. Banyak negeri di tanah Jawa yang dirusakannya, tetapi Melaka dan Pasai tidak kalah. Raja Semerluki pun kembali ke Mengkasar.
Maulana Abu Bakar datang ke Melaka dengan membawa sebuah kitab yang berjudul Dar al-Mazlum. Sultan Mansur Syah menyuruh artikan maksud ke Pasai. Hatta Melaka mengutus ke Pasai pula menanyakan apakah isi surga dan isi neraka itu kekal di dalamnya selam-lamanya. Hatta Kadi Yusuf yang banyak mengislamkan orang Melaka itu juga berguru kepada Maulana Abu Bakar.
Tersebut pula perkataan Sultan Mansur Syah hendak meminang Putri Gunung Ledang. Laksamana dan Sang Setia lalu dititahkan ke Gunung Ledang. Putri Gunung Ledang mengajukan syarat-syarat yang sukar dipenuhi oleh Raja Melaka, terutama semangkuk darah anak raja melaka.
           m.          Tersebut perkataan raja Pasai, Sultan Zainal Abidin, hendak dibunuh oleh saudaranya. Zainal Abidin melarikan diri ke Melaka. Raja melaka menolongnya merebut kerajaannya kembali. Sesudah menjadi raja kembali, Zainal Abidin tidak mau menyembah ke Melaka. Katanya yang sembah di Melaka tinggallah di Melaka. Maka orang Melaka pun kembali ke Melaka. Sekali lagi Zainal Abidin diturunkan orang dari kerajaan tetapi bendahara tidak mau menolongnya lagi.
             n.           
             o.          Tersebutlah perkataan raja Haru berperang dengan raja Pasai, karena utusan Haru mati dibunuh di Pasai. Maka raja Haru pun meyerang segala jajahan Melaka. Serangan Haru itu tidak berjaya karena keberanian orang Melaka, terutama Sri Bija Diraja.
Tersebut pula perkataan raja Melaka menyerang Kampar dan merajakan anaknya sendiri, Raja Menawar, sebagai raja Kamar. Hatta Sultan Alauddin pun mangkat dan digantikan anakanda raja Mamat. Adapun gelar baginda ialah Sultan Mahmud Syah.
Adapun Sultan Mahmud Syah itu mempunyai sifat-sifat jahat bercampur dengan sifat-sifat baik. Yang jahatnya membunuh Sri Bija Diraja karena kesalahan yang kecil-kecil saja dan membunuh adinda sendiri. Sifat baiknya ialah sangat kasih akan Sri Wak Raja yang tahu akan gajah, kedua baginda juga merendahkan diri untuk mengaji pada Maulana Yusuf.
             p.           
             q.           
               r.           
              s.           
               t.           
    3.     Hikayat Merong Mahawangsa
    4.     Hikayat Aceh
    5.     Misa Melayu
    6.     Hikayat Negeri Johor
    7.     Sejarah Raja-Raja Riau
    8.     Silsilah Melayu Dan Bugis
    9.     Tuhfat al-Nafis
10.     Hikayat Banjar dan Kota Waringin
11.     Salasilah Kutai
12.     Hikayat Patani
13.     Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa
14.     Hikayat Hang Tuah

D.       
E.       
F.       
G.       
H.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar