PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
KONSTITUSI NEGARA
KELAS
L
KELOMPOK
4
1.
RITA MAYASARI (10201241037)
2.
SITI NURFAIZAH (10201241039)
3.
ANUNG SETYO ANGGORO (10201241059)
4.
VELANIA DEVY (10201241061)
5.
ANISSA USWAH AL IMAM (10201241064)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
Secara umum negara dan konstitusi
merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, bahkan dapat
dikatakan tanpa konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi
merupakan hukum dasar suatu negara. Dengan kata lain, dasar-dasar
penyelenggaraan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar.
Penyelenggaraan bernegara Indonesia
juga didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini dapat dicermati dari kalimat
dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai berikut: “... Kemudian daripada
itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.”
Konstitusi
dinilai sebagai jaminan paling efektif bahwa kekuasaan pemerintahan tidak
disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak dilanggar. Namun tak jarang juga
ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab karena ingin mencapai tujuan tertentu. Tindakan yang
mereka lakukan mencerminkan bahwa mereka tidak memahami hakikat yang sebenarnya
sebuah konstitusi negara, sehingga mereka seakan bersikap tidak peduli. Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan dibahas secara rinci mulai dari konsep dasar
konstitusi hingga pada kajian amandemen sebuah konstitusi khususnya di negara
Indonesia, sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman kita sebagai warga
negara Indonesia agar tidak terjerumus untuk melakukan penyimpangan terhadap
konstitusi negara.
BAB II
c
A. Pengertian
dan Konsep Dasar Konsitusi
Konstitusi
adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Pengertian konstitusi
dalam praktik ketatanegaraan secara umum dipahami secara lebih luas daripada
undang-undang dasar atau sama dengan pengertian undang-undang dasar.
Kata
konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian undang-undang
karena pengertian undang-undang hanya meliputi naskah tertulis saja, selain itu
masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam
undang-undang dasar. Konstitusi pernah diartikan sempit di Indonesia, yaitu
disebutnya istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Serikat.
Berdasarkan
segi kekuasaan undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau
kumpulan asas-asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan itu dibagi antara
lembaga kenegaraan yang mengacu konsep trias
politika (kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
Dalam
negara yang menganut asas demokrasi konstitusional, undang-undang dasar
mempunyai fungsi khusus dan merupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum
yang tertinggi yang harus ditaati, tidak hanya oleh rakyat, tetapi oleh
pemerintah serta penguasa sekalipun.
Setiap
undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1)
Organisasi negara
2)
Hak-hak asasi manusia
3)
Prosedur mengubah undang-undang dasar
4)
Ada kalanya memuat larangan untuk
mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar
5)
Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas
ideologi negara.
UUD
1945 merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; rangkaian kesatuan pasal-pasalyangbulat dan
terpadu meliputi:
a.
Pengaturan tentang fungsi sistem
pemerintahan negara.
b.
Ketentuan fungsi dan kedudukan lembaga
negara.
c.
Hubungan antara negara dengan warga
negaranya.
d.
Ketentuan hal-hal lain sebagai
pelengkap.
Kedudukan
konstitusi bagi suatu negara yaitu sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi.
1.
Konstitusi sebagai hukum dasar
Konstitusi berkedudukan
sebagai hukum dasar karena berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang
mendasar dalam kehidupan suatu negara. Jadi, konstitusi menjadi:
a.
Dasar adanya lembaga negara
b.
Sumber kekuasaan bagi setiap lembaga
negara
c.
Dasar adanya dan sumber bagi isi aturan
hukum yang ada dibawahnya
2.
Konstitusi sebagai hukum tertinggi
Konstitusi berarti aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi,
secara hierarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi (superior) terhadap
aturan-aturan lainnya, sehingga aturan-aturan lain yang dibuat pembentuk
undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan undang-undang dasar.
B. UUD
1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia
Konstitusi-konstitusi
yang Pernah Digunakan di Indonesia
Suatu
undang-undang jika tidak lagi mencerminkan konstelasi politik atau tidak
memenuhi harapan aspirasi rakyat dapat dibatalkan dan diganti dengan undang-undang
baru. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Perkembangan naskah undang-undang
dasar terjadi sejak 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang dengan melewati
beberapa tahap selama kurun waktu tertentu yang oleh Jimly Assidiqie disebut
periode konstitusi transisional. Berikut ini adalah periode-periode
perkembangan konstitusi di Indonesia:
1.
Periode
tanggal 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 (UUD 1945)
Naskah
Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
terdiri dari tiga bagian:
a.
Pembukaan UUD 1945.
b.
Batang Tubuh UUD 1945 yang terdiri dari
16 bab berisi 37 pasal, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan.
c.
Penjelasan UUD 1945
Batang
tubuh dan Penjelasan sebgai isi materi UUD 1945 dikelompokkan menjadi empat
hal, yaitu:
a.
Pengaturan tentang Sistem Pemerintahan
Negara.
b.
Ketentuan fungsi dan kedudukan Lembaga
Negara.
c.
Hubungan antara negara dengan warga
negara.
d.
Ketentuan-ketentuan lain sebagai
pelengkap.
Sistematika
UUD 1945 sebelum diamandemen, yaitu:
1. Pembukaan
a) 4
alinea
b) 4
pokok pikiran
2. Batang
Tubuh
a) 16
bab
b) 37
pasal
c) 49
ayat
d) 4
pasal aturan peralihan
e) 2
ayat aturan tambahan
3. Penjelasan
UUD 1945 disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 memiliki sifat yang singkat dan supel.
Dibandingkan dengan UUD negara lain, UUD 1945 hanya memuat garis-garis besar
saja. Sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok
diatur dengan peraturan lainnya.
Berikut
ini adalah ketentuan dasar yang terdapat dalam UUD 1945:
1.
Tujuan
Negara Republik Indonesia
a) Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b) Memajukan
kesejahteraan umum.
c) Mencerdaskan
kehidupan bangsa.
d) Ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
2.
Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia
Dalam kurun waktu
1945-1949 ketatanegaraan Indonesia dalam praktiknya adalah sebagai berikut:
a) Bentuk
Negara
UUD1945 Pasal 1 ayat
(1) menyatakan negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
b) Bentuk
Pemerintahan
UUD 1945 dalam
Pembukaan alinea ke-4, dan Pasal 1 ayat (1) menegaskan tentang bentuk
pemerintahan negara Indonesia adalah Republik.
c) Sistem
Pemerintahan
Bentuk pemerintahan
Indonesia adalah republik dengan fungsi presiden sebagai kepala pemerintahan
dan sekaligus kepala negara menurut UUD 1945 Pasal 6 ayat (1) (sebelum
amandemen). Dengan kata lain, sistem pemerintahannya bersifat presidensil.
Dalam penjelasan UUD
1945, terdapat tujuh kunci pokok sistem pemerintahan (sebelum amandemen),
yaitu:
1. Indonesia
adalah negara hukum (rechtsstaat).
2. Sistem
konstitusional.
3. Kekuasaan
tertinggi ditangan MPR.
4. Presiden
ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi menurut UUD.
5. Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6. Menteri
negara adalah pembantu presiden.
7. Kekuasaan
kepala negara tidak tak terbatas.
Selanjutnya, mulai
bulan November 1945, berdasarkan maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober
1945, Pengumuman Badan Pekerja 11 November 1945, dan Maklumat Pemerintah
tanggal 14 November 1945, tanggung jawab politik terletak ditangan para
menteri. Keadaan ini merupakan awal dari sistem pemerintahan parlementer yang
dipertahankan sampai tahun 1959 pada masa Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan
berlaku kembali, melalui Dekrit Presiden.
d) Pembagian
kekuasaan
Dalam Batang Tubuh UUD
1945 pembagian kekuasaan negara terbagi dalam 3 bab, yaitu Bab III tentang
kekuasaan pemerintahan negara, Bab VII tentang DPR, dan Bab IX tentang
kekuasaan kehakiman.
Berikut adalah praktik
pembagian kekuasaan negara:
1. Kekuasaan
eksekutif dijalankan oleh presiden dibantu seorang wakil presiden.
2. Kekuasaan
legislatif dipegang oleh DPR bekerja sama dengan presiden.
3. Kekuasaan
yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan lai-lain Badan Kehakiman.
Pada
masa ini UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya karena terdapat
hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya:
1) Masuknya
Sekutu yang diboncengi Belanda untuk menjajah kembali.
2) Adanya
pemberontakan PKI Madiun 1948.
3) PRRI
Permesta dan DI/TII.
Oleh
karena itu, pemerintah dan rakyat Indonesia lebih memusatkan perhatian pada
upaya mempertahankan negara kesatuan RI dan implikasinya sistem pemerintahan
berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Upaya pertahanan itu dapat
dilihat dari beberapa maklumat yang telah dikeluarkan sebagai suatu strategi
kepada dunia internasional, terutama Sekutu bahwa Indonesia benar-benar
merupakan sebuah negara merdeka yang demokratis sesuai dengan indikator dari
Sekutu, yaitu adanya multi partai dan sistem pemerintahan parlementer, sehingga
pada tanggal 14 November 1945 kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri
dan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada KNIP, bukan kepada presiden,
dan pada tanggal 27 Desember 1949 RI dipecah menjadi negara-negara bagian (RIS)
sehingga UUD 1945 pun diganti menjadi UUD KRIS yang menjadikan Indonesia
menjadi negara federal.
2.
Periode
tanggal 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (Konstitusi RIS)
Pada
tanggal 27 Desenber 1949 di Indonesia dan di Belanda diadakan penandatanganan
akte penyerahan kedaulatan yang menandai mulai berlakunya Konstitusi RIS 1949.
1.
Bentuk
Negara
Bentuk
negara Indonesia saat konstitusi RIS berlaku di Indonesia adalah federasi atau
serikat yang seperti tercantum dalam alinea ketiga mukadimah Konstitusi RIS,
yaitu Pasal 1 ayat (1) Kontitusi RIS:
a) Negara
Indonesia Serikat meliptuti:
1. Negara
Republik Indonesia, dengan daerah status
quo (Renville, 17 Januari 1948).
2. Negara
Indonesia Timur.
3. Negara
Jawa Timur.
4. Negara
Madura.
5. Negara
Sumatra Timur.
6. Negara
Sumatra Selatan.
b) Satuan-satuan
negara yang berdiri sendiri meliputi:
1. Jawa
Tengah
2. Bangka
3. Belitung
4. Riau
5. Kalimantan
Barat
6. Dayak
Besar
7. Daerah
Banjar
8. Kalimantan
Tenggara
9. Kalimantan
Timur
c) Daerah-daerah
lain, bukan daerah-daerah bagian.
Ketentuan itu diatur
dalam Pasal 2.
Pada waktu pemerintahan
RIS, negara Indonesia terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu:
1. 1
negara bagian bekas NKRI.
2. 15
negara bagian bekas negara boneka buatan Belanda.
Pasal 44 Konstitusi RIS
menjelaskan penggabungan daerah hanya boleh dilakukan menurut aturan-aturan
yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
2.
Bentuk
Pemerintahan
Bentuk
pemerintahan pada masa RIS adalah republik sesuai dengan Konstitusi RIS pasal 1
ayat (2) dan Mukadimah Konstitusi RIS.
3.
Sistem
Pemerintahan
Konstitusi
RIS menerapkan Sistem Kabinet Parlementer dengan ciri:
a) Pengangkatan
perdana menteri dilakukan oleh presiden,
b) Kekuasaan
perdana menteri masih dicampur tangan oleh presiden,
c) Pembentukkan
kabinet dilakukan oleh presiden bukan parlemen.
Pada
masa ini, presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara yang tidak dapat
diganggu gugat. Presiden dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh
pemerintah bagian, menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah.
Sistematika
Konstitusi RIS adalah:
1. Mukadimah.
2. 6
bab yang dibagi menjadi bagian-bagian.
3. 197
pasal.
4. Lampiran.
Dasar
negara RIS tercantum dalam alinea mukadimah yang terdiri dari:
1. Pengakuan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri
kemanusiaan.
3. Kebangsaan.
4. Kerakyataan.
5. Keadilan
Sosial.
Tujuan
Negara Indonesia Serikat tercantum dalam alinea ke-4 Mukadimah Konstitusi RIS
adalah untuk mewujudkan:
1. Kebahagiaan,
kesejahteraan, dan perdamaian,
2. Kemerdekaan
dalam masyarakat,
3. Negara
hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
3.
Periode
tanggal 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (UUDS 1950)
Pada
tanggal 17 Agustus 1950, negara KRIS sudah sepenuhnya menjadi negara RI dengan
Undang-Undang Dasar Sementara yaitu UUDS 1950 yang didalam pembukaannya memuat
dasar negara Pancasila tetapi sistem pemerintahan masih tetap menggunakan
sistem kabinet parlementer. Dengan demikian sistem kabinet parlementer tidak
cocok dengan jiwa Pancasila. Akibatnya terjadi sebanyak 7 kali pergantian
kabinet yang sangat mengganggu stabilitas nasional. Untuk memenuhi amanat dari
UUDS 1950, maka dibentuk Lembaga Pembentuk Undang-Undang Dasar yang disebut
Konstituante yang pengisian anggota majelisnya dilaksankan dengan
menyelenggarakan Pemilu berdasarkan UU No.7 tahun 1953 pada tanggal 15 Desember
1955.
Konstituante
dilantik oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 1956, dengan amanat Presiden
yang intinya “Susunlah Konstituante yang benar-benar Res Publica”. Konstituante
bersidang di Bandung dengan catatan bahwa sampai bula Februari 1959 telah
menghasilkan butir-butir materi yang akan disusun menjadi materi Undang-Undang
Dasar Negara (Marsono, 2000: 8).
Sistematika
UUDS 1950 adalah sebagai berikut:
1. Mukadimah
(4 alinea).
2. 6
bab yang dibagi menjadi bagian-bagian, bagian-bagian terbagi dalam pasal-pasal
(146 pasal).
Dasar
negara yang dipakai tercantum dalam alinea ke-4 Mukadimah UUDS 1950, yaitu:
1. Pengakuan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri
kemanusiaan.
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan.
5. Keadilan
Sosial.
Tujuan
negara tercantum dalam alinea ke-4 Mukadimah UUDS adalah untuk mewujudkan:
1. Kebahagiaan,
kesejahteraan, dan perdamaian,
2. Kemerdekaan
dalam masyarakat,
3. Negara
hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
1.
Bentuk
Negara
Bentuk negara pada saau
UUDS adalah negara kesatuan dengan menghendaki bersistem desentralisasi (UUDS
Pasal 131).
UUDS 1950 Pasal 1 ayat
(1) : RI yang merdeka dan berdaulat
ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk Kesatuan.
UUDS 1950 Pasal 1 ayat
(2) : Kedaulatan RI adalahdi tangan
rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.
UUDS 1950 Pasal 2 : RI meliputi seluruh daerah Indonesia.
2.
Sistem
Pemerintahan
Sistem pemerintahan
yang dianut UUDS 1950 adalah Kabinet Parlementer atau pertanggungjawaban Dewan
Menteri kepada parlemen, sedangkan presidenhanya sebagai kepala negara, bukan
kepala pemerintahan 9Pasal 45 UUDS 1950).
Pasal 83 ayat (1) : Presiden dan wakil presiden dalam
penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat.
Pasal 83 ayat (2) : Yang bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah ialah menteri-menteri.
3.
Bentuk
Pemerintahan
Bentuk pemerintahan
adalah republik dengan sistem parlementer, dalam UUDS 1950:
Pasal 45 ayat (1) : Presiden ialah kepala negara.
Pasal 45 ayat (2) : Dalam melaksanakan kewajibannya presiden
dibantu oleh seorang wakil presiden.
Karena
dalam penyusunan UUD, Badan Konstituante dianggap gagal mencapai kata sepakat,
maka keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya:
1) Menetapkan
pembubaran Konstituante
2) Menetapkan
UUD 1945 berlaku kembali mulai saat tanggal dekrit dan menyatakan tidak
berlakunya UUDS 1950
Pembentukan MPRS
4.
Periode
1959 –1965 (UUD1945 Orde Lama)
Sejak
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, negara Indonesia memasuki masa Orde Lama yang juga
terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan karena sistem pemerintahan tidak
berjalan sesuai dengan UUD 1945, diantaranya:
1) Besarnya
pengaruh PKI mengakibatkan ideologi NASAKOM dikukuhkan dan disamakan dengan
Pancasila.
2) Pemaksaan
doktirn yang seolah-olah negara dalam keadaan revolusi dan presiden sebagai
kepala negara otomatis menjadi Pemimpin Besar Revolusi.
3) Presiden
mengeluarkan produk hukum yang setingkat Undang-undang tanpa persetujuan DPR.
4) Presiden
membubarkan DPR hasil Pemilu karena tidak menyetujui RAPBN dan kemudian
presiden membentuk DPR Gotong royong.
5) Pemimpin
lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dijadikan menteri negara.
Masa
ORLA berakhir dengan adanya pemberontakan G 30 S PKI, sehingga berakhir pula
periode demokrasi terpimpin ini dan memulai demokrasi Pancasila. Selanjutnya, dengan
perbaikan-perbaikan dalam penyelenggaraan negara yang dituntut oleh rakyat
Indonesia, sehingga lahirlah Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang isinya:
1) Bubarkan
PKI
2) Bersihkan
kabinet dari unsur PKI
3) Turunkan
harga-harga
Pada
tanggal 11 Maret 1966, presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret
kepada Letjen Soeharto yang isinya adalah pembubaran PKI di seluruh wilayah
Indonesia yang berlaku sejak tanggal keluarnya surat tersebut, dan dengan surat
perintah tersebut Letjen Soeharto mengeluarkan surat Keputusan Presiden No.
1/3/1966 Tanggal 12 Maret 1966 yang ditandatanganinya.
5.
Periode
1966 – 1998 (Orde Baru)
Tekad
ORBA adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,
sehingga pada 5 Juli 1966 dikeluarkanlah Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
tentang memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan
Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia, danketetapan yang lain, seperti:
1) Tap.
No. XII/MPRS/1966 yang memerintahkan Soeharto segera membentuk kabinet Ampera.
2) Tap.
No. XVII/MPRS/1966 yang menarik kembali pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi
menjadi Presiden Seumur Hidup.
3) Tap.
No. XXI/MPRS/1966 tentang penyederhanaan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan.
4) Tap.
No. XXV/MPRS/ 1966 tentang Pembubaran PKI.
Pemerintahan
yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 ini menghasilakn lembaga-lembaga negara dan
lembaga pemerintahan yang tidak sementara lagi. MPR kemudian menetapka GBHN,
memilih presiden dan wakil presiden dan memberi mandat kepada presiden terpilih
untuk melaksanakan GBHN, sejak saat itu mekanisme lima tahunan berjalan dengan
teratur dan stabil, sebab sepertiga anggota MPR dikontrol dengan pengangkatan
(Suwarno, 1996: 164). Sedangkan untuk meredakan konflik ideologis, maka ORBA
membangun konsep baru tentang demokrasi, yaitu Demokrasi Pancasila yang
sebenarnya bersifat otoriter dengan angkatan bersebjata menjadi intinya. ORBA
bersifat anti komunis, anti-Islamis dan mempunyai komitmen terhadap pembangunan
(Cribb, 2000: 58).
Pembangunan
di segala bidang dengan priorotas pertumbuhan ekonomi ini telah menghasilkan
ketidakmerataan pendapatan, sehingga perbedaan antara orang kaya denga orang
miskin sangat terlihat, sedangkan pemerintah dan penguasa menjalin kerjasama
untuk kepentingan pribadi dan keluarga pejabat. Akhirnya KKN seakan menjadi
budaya yang wajar.
Berakhirnya
ORBA ditandai dengan adanya krisis moneter 1997 yang merambat pada krisis
kepercayaan dan krisis politik, sehingga banyak terjadi demonstrasi-demonstrasi
yang dipelopori oleh para mahasiswa untuk memberhentikan Soeharto, juga
ultimatum MPr dan pengunduran diri 14 menteri-menterinya, maka Soeharto
mennyatakan berhenti menjadi presiden pada hari Kamis, 21 Mei 1998.
6.
Periode
tanggal 198 – sekarang (UUD 1945 Diamandemen)
Sebagai
tokoh transisi, B.J. Habibie naik menjadi presiden menggantikan Soeharto dan
dikatakan berhasil dengan prakarsa awalnya yaitu reformmasi politik. Rundingan
bersama pimpinan MPR dan DPR menghasilkan Sidang Istimewa MPR pada Desember
1998 yang diantaranya menghasilkan keputusan memberikan mandat kepada presiden
untuk menyelenggarakan Pemilu baru pada tahun 1999 yang oleh banyak kalangan
termasuk pengamat luar negeri dikatakan sebagai emilu yang paling demokratis
bila dibandingkan dengan pemilu-pemilu di zaman orde baru.
Pada
masa ini mulai tumbuh kesepakatan politik seluruh anggota MPR untuk
mengamandemen UUD 1945 agar lebih lengkap, lebih jelas (tidak multi-interpretable) dan sesuai dengan
dinamika masyarakat serta perkembangan zaman. Sedangkan Pembukaan UUD 1945 dan
konsep negara kesatuan sebagaimana termaktu di dalam pasal 1 ayat (1) tidak
akan diubah.
Berbagai
perubahan UUD 195 tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Membatasi kekuasaan presiden.
2.
Memperkuat kedudukan DPR sebagai lembaga
legislatif.
3.
Wilayah negara dan pembagian pemerintah
daerah.
4.
Ketentuan-ketentuan yang terperinci
tentang HAM.
5.
Ketentuan tentang azas-azas landasan
bernegara.
6.
Kelembagaan Negara dan hubungan
antarlembaga Negara.
7.
Ketentuan tentang pemilihan umum.
8.
Penghapusan Dewan Pertimbangan Agung
(DPA).
9.
Ketentan tentang pendidikan dan
kebudayaan.
10. Ketentuan
tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial.
11. Aturan
peralihan dan aturan tambahan.
Menurut
Jmly Assiddiqie (2007: 98), ada lima naskah resmi Undang-Undang Dasar negara
Republik Indonesia tahun 1945, yaitu:
1)
Naskah UUD 1945 seperti yang
diberlakukan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959
2)
Naskah Perubahan Pertama UUD 1945 yang
disahkan pada tahun 1999
3)
Naskah Perubahan Kedua UUD 1945 yang
disahkan pada tahun 2000
4)
Naskah Perubahan Ketiga UUD 1945 yang
disahkan pada tahun 2001
5)
Naskah Perubahan Keempat UUD 1945 yang
disahkan pada tahun 2002
DINAMIKA
UUD 1945
1.
Isi
Materi UUD 1945
Naskah
Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
terdiri dari tiga bagian:
a. Pembukaan
UUD 1945.
b. Batang
Tubuh UUD 1945 yang terdiri dari 16 bab berisi 37 pasal, Aturan Peralihan dan
Aturan Tambahan.
c. Penjelasan
UUD 1945
Batang
tubuh dan Penjelasan sebgai isi materi UUD 1945 dikelompokkan menjadi empat
hal, yaitu:
a. Pengaturan
tentang Sistem Pemerintahan Negara.
b. Ketentuan
fungsi dan kedudukan Lembaga Negara.
c. Hubungan
antara negara dengan warga negara.
d. Ketentuan-ketentuan
lain sebagai pelengkap.
Setelah
reformasi terjadilah perubahan-perubahan besar, termasuk pada UUD 1945. Sejak
tahun 1999-2002, UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan pasal-asalnya.
Sekarang ini, UUD 1945 hanya terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal.
2.
Pelaksanaan
UUD 1945
a. Masa
awal kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Sistematika
UUD 1945 sebelum diamandemen, yaitu:
1. Pembukaan
c) 4
alinea
d) 4
pokok pikiran
2. Batang
Tubuh
f) 16
bab
g) 37
pasal
h) 49
ayat
i) 4
pasal aturan peralihan
j) 2
ayat aturan tambahan
3. Penjelasan
UUD 1945 disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 memiliki sifat yang singkat dan supel.
Dibandingkan dengan UUD negara lain, UUD 1945 hanya memuat garis-garis besar
saja. Sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok
diatur dengan peraturan lainnya.
Berikut ini adalah
ketentuan dasar yang terdapat dalam UUD 1945:
1)
Tujuan
Negara Republik Indonesia
e) Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
f) Memajukan
kesejahteraan umum.
g) Mencerdaskan
kehidupan bangsa.
h) Ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
2)
Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia
Dalam kurun waktu
1945-1949 ketatanegaraan Indonesia dalam praktiknya adalah sebagai berikut:
e) Bentuk
Negara
UUD1945 Pasal 1 ayat
(1) menyatakan negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
f) Bentuk
Pemerintahan
UUD 1945 dalam
Pembukaan alinea ke-4, dan Pasal 1 ayat (1) menegaskan tentang bentuk
pemerintahan negara Indonesia adalah Republik.
g) Sistem
Pemerintahan
Bentuk pemerintahan
Indonesia adalah republik dengan fungsi presiden sebagai kepala pemerintahan
dan sekaligus kepala negara menurut UUD 1945 Pasal 6 ayat (1) (sebelum
amandemen).
Dalam penjelasan UUD
1945, terdapat tujuh kunci pokok sistem pemerintahan (sebelum amandemen),
yaitu:
8. Indonesia
adalah negara hukum (rechtsstaat).
9. Sistem
konstitusional.
10.
Kekuasaan tertinggi ditangan MPR.
11.
Presiden ialah penyelenggara pemerintah
negara yang tertinggi menurut UUD.
12.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR.
13.
Menteri negara adalah pembantu presiden.
14.
Kekuasaan kepala negara tidak tak
terbatas.
C. Kajian
Hasil Amandemen UUD 1945
Berdasarkan
Sekretariat Jenderal MPR-RI (2003: 25), dalam melakukan amandemen untuk
menyusun rancangan naskah perubahan UUD 1945 ada kesepakatan bersama anggota
MPR yang dituangkan dalam kesepakatan dasar anggota Panitia Ad Hoc Badan Pekerja
MPR, yaitu:
1. Tidak
mengubah Pembukaan UUD 1945
2. Tetap
memertahankan negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Mempertegas
Sistem Pemerintahan Presidensial
4. Penjelasan
UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan dimasukkan dalam
pasal-pasal
5. Perubahan
dilakukan dengan cara adendum
Amandemen
dilakukan secara bertahap selama empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001,
dan 2002, yaitu sebagai berikut:
1) Amandemen
pertama disahkan pada tanggal 19 Agustus 1999, berisi 9 pasal. Ketentuan yang
diubah dalam kesembilan pasal tersebut berkenaan dengan 16 butir.
2) Amandemen
kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000, berkenaan dengan 59 butir
ketentuan yang diatur dalam 25 pasal.
3) Amandemen
ketiga disahkan pada tanggal 9 November 2001, menyangkut 23 pasal yang berkaitan
dengan 68 butir ketentuan.
4) Amandemen
keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002, menyangkut 18 pasa yang
berkenaan dengan 31 butir ketentuan.
Keseluruhan
amandemen UUD 1945 tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Ketentuan
mengenai hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, serta mekanisme
hubungannya dengan negara dan prosedur untuk mempertahankannya apabila hak-hak
itu dilanggar,
b. Prinsip-prinsip
dasar tentang demokrasi dan Rule of Law serta
mekanisme perwujudannya dan pelaksanaannya,
c. Format
kelembagaan negara dan mekanisme hubungan antar organ negara serta sistem
pertanggungjawaban para pejabatnya.
Pembagian
kekuasaan sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 adalah:
1. Kekuasaan
eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945)
2. Kekuasaan
legislatif didelegasikan kepada Presiden, DPR, dan DPD (Pasal 5 ayat (1), Pasal
19 dan Pasal 22C UUD 1945)
3. Kekuasaan
yudikatif didelegasikan kepada Makhkamah Agung (Pasal 24 ayat (1) UUD 1945)
4. Kekuasaan
inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada BPK dan DPR (Pasal 20A ayat (1)
UUD1945)
5. UUD
1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan konsultatif, yang sebelum diamandemen
didelegasikan kepada DPA.
Dalam
kaitannya dengan kekuasaan kehakiman ada dua lembaga baru setelah amandemen UUD
1945, yaitu Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Komisi Yudisial adalah
suatu komisi yang bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Keanggotaan Komisi
Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang
dasar, memuts pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil
pemilihan umum. Dibentuknya Mahkamah Konstitusi merupakan langkah maju dalam
lembaga peradilan di Indonesia (Kaelan, 2004: 205).
Adanya
kekurangan dalam amandemen UUD 1945 merupakan hal yang manusiawi karena
banyaknya materi yang diubah, dikurangi, atau ditambah dengan amandemen pertama
sampat keempat. Bertolak dari kekurangan inilah, kemudian dibentuk Komisi
Konstitusi yang akan membantu melakukan korekri dan mengatasi kekurangan-kekurangan
itu untuk amandemen mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar