Rabu, 27 April 2016

Makalah Sastra Lama



KESINAMBUNGAN SASTRA LAMA DAN SASTRA MODERN
Kesinambungan antara sastra lama dengan sastra modern salah satunya adalah sastra modern merupakan transformasi dari teks lama (saduran, penciptaan kembali cerita lama, dan sebagainya). Contohnya adalah novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma dengan epos Ramayana. Diantara kedua karya sastra tersebut terdapat hubungan intertekstual, yaitu epos Ramayana sebagai hipogram atau hipoteks dan novel Kitab Omong Kosong sebagai hiperteks. Novel Kitab Omong Kosong adalah resepsi atau tanggapan dari epos Ramayana yang termasuk dalam karya sastra dengan genre yang mengandung nilai humanistik, yaitu genre sastra yang mengandung nilai kemanusiaan, menjunjung harkat dan martabat manusia, serta menggambarkan situasi dan kondisi manusia dalam menghadapi berbagai masalah. Hal tersebut tampak pada alur cerita Ramayana yang mengisahkan berbagai pengalaman hidup manusia, seperti tragedi, maut, cinta, harapan, loyalitas, kekuasaan, makna dan tujuan hidup, serta hal yang transendental (bersifat kerohanian).
Nilai kemanusiaan yang begitu tinggi dalam karya sastra klasik tersebut sering ditulis ulang (direproduksi) oleh penulis generasi berikutnya, contohnya Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma (2004 dan 2006). Di dalam novel tersebut Seno Gumira Ajidarma bahkan melakukan kritik atas feodalisme Jawa yang bersumber dari Kitab Ramayana gubahan Empu Walmiki. Seno Gumira Ajidarma menghadirkan refleksi dengan menampilkan Togog sebagai penutup cerita.
Seperti dikatakan pada judulnya, novel ini bercerita tentang pencarian sebuah kitab yang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan seluruh umat manusia saat itu, yang sedang berada dalam kehancuran dan kemunduran. Hubungannya dengan Ramayana adalah bahwa semua kehancuran dan kemunduran umat manusia kala itu disebabkan oleh Persembahan Kuda yang dilakukan Sri Rama karena kegundahan cintanya pada Sinta. Dikisahkan, Persembahan Kuda, yaitu jutaan balatentara kuda yang terus berlari tanpa henti dan memporakporandakan semua yang dilewatinya, telah meninggalkan jutaan korban di seluruh pelosok anak benua. Salah satu korbannya adalah seorang pemuda tanggung bernama Satya, yang kehilangan orang tua dan kampung halamannya. Singkat cerita, Satya akhirnya terlibat secara tak sengaja dalam usaha penemuan Kitab Omong Kosong yang dipercaya banyak orang dapat memberikan kekuasaan pada pemiliknya itu. Hampir separuh novel ini bercerita tentang perjalanan Satya dan Maneka, seorang pelacur yang ditemukannya secara tak sengaja dan akhirnya menemaninya, menemukan lima bagian Kitab yang disembunyikan oleh Hanoman. Dalam perjalanan menemukan kitab itu pula, Satya menyadari bahwa Kitab Omong Kosong tidaklah memberikan kekuasaan seperti yang dikira orang-orang. Banyak pihak saling bunuh demi mendapatkan kitab ini. Sementara Satya, setelah mempelajari kitab itu, akhirnya tahu bahwa kitab itu hanyalah berguna jika dibaca, dipikirkan, dan dipahami, serta diajarkan kembali.
Seno Gumira Ajidarma melalui Kitab Omong Kosong ini telah berhasil menawarkan sebuah prespektif baru mengenai epos Ramayana . Bahkan dalam novel tersebut diceritakan bila Walmiki yang merupakan penulis epos Ramayana digugat oleh tokohnya dan beberapa tokoh minta ijin untuk melepaskan diri dari alur yang disusun oleh Walmiki.
            Berdasar  pada asumsi di atas novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma   merupakan pelopor dekonstruksi  epos Ramayana melalui novel, yaitu upaya membaca teks dengan menolak asumsi bahwa ada makna tunggal dalam teks. Penulis melakukan itu memunculkan makna yang justru ditenggelamkan oleh teks. 
Seno Gumira Ajidarma dalam novelnya berjudul Kitab Omong Kosong (2006) telah melakukan upaya dekonstruksi terhadap epos Ramayana. Sebuah epos dari India tulisan empu Walmiki yang telah melegenda di Indonesia (khususnya masyarakat Jawa). Novel tersebut berkisah tentang usaha Satya dan Maneka mencari Walmiki untuk diubah nasibnya dan Kitab Omong Kosong untuk menyelamatkan manusia dengan pengetahuan.
Sudut pandang yang digunakan Seno Gumira Ajidarma dalam Kitab Omong Kosong adalah sudut pandang orang ketiga Mahatahu. Dengan teknik penceritaan mirip dengan gaya berceritanya tukang cerita, seperti yang nampak pada kutipan berikut:
Para pembaca sekalian, apa yang sebenarnya terjadi tidaklah tampak seperti tampaknya (SGA, 2006:184).
Kisah Subali dan Sugriwa yang sebetulnya sangat seru, akan dilanjutkan pada kesempatan lain. Maafkanlah saya penulis yang bodoh ini terpaksa berbuat begini, tekniknya kurang canggih, malas menulis, kurang pengetahuan (SGA, 2006:195).
Cerita Rama menghimpun kekuatan untuk menghancurkan Rahwana sang penguasa Alengka yang pada epos Ramayana  dijadikan sebagai cerita utama, dalam novel Kitab Omong Kosong justru hanya menjadi penguat atmosfir bahwa cerita tersebut adalah adaptasi dari Ramayana. Sedangkan cerita utama adalah perjalanan Maneka dan Satya mencari Walmiki dan Kitab Omong Kosong. Cerita dan tokoh  yang tidak ditampilkan oleh epos Ramayana.
Latar tempat novel Kitab Omong Kosong berbeda jauh dengan Ramayana. Novel karya Seno Gumira Ajidarma menunjukkan dengan detail latar India sebagai latar utama, seperti yang nampak pada kutipan berikut:
"Pulang ke Ayodya? Entahlah. Ibu sangat bahagia di tepi anak Sungai Gangga. Kami tidak pernah tahu rumah kami di Ayodya (SGA, 2006: 71).
... Selama Satya berkisah tentang riwayat Sang Hanoman, pedati mereka merayapi kota-kota Amritsar, Kapurthala, Faridkot, Dunga Bunga, sampai ke Hanumangar (SGA, 2006: 240).
Beberapa novel Kitab Omong Kosong di atas menunjukkan dekonstruksi epos Ramayana yang dilakukan oleh Seno Gumira Ajidarma. Gaya bercerita yang terkadang menampakkan penulisnya sebagai orang bodoh dalam bercerita membentuk penafsiran baru, penulis epos Ramayana yang selama ini dikenal sebagai sosok yang sangat lihai bercerita mengakui bahwa dirinya tidak pandai dalam bercerita. Sedangkan pada segi latar, SGA melakukan dekonstruksi berupa tempat yang lebih membumi (khususnya bagi orang Indonesia yang tidak akrab dengan daerah India) dengan menyebutkan nama beberapa tempat.
Bentuk dekonstruksi epos Ramayana yang ada dalam novel Kitab Omong kosong juga terlihat dalam penokohan dan alur. Dalam hal penamaan tokoh misalnya, novel karya Seno Gumira Ajidarma ada tokoh tambahan Satya, Maneka, dan Walmiki yang kemudian menjadi salah satu tokoh utama. Tetapi sebaliknya, dalam novel Kitab Omong kosong tidak disebutkan tokoh Prabu Dasarata dan Dewi Sukasalya yang merupakan ayah dari Rama, Burung Jatayu yang mencoba menyelamatkan Sinta, dan beberapa tokoh yang ada dalam perjalanan Rama membangun kekuatan untuk menyerang Alengka .
Masuknya Walmiki menjadi salah satu tokoh dan beberapa dialog dalam novel yang menyebutkan bahwa tidak hanya Walmiki yang mengisahkan Ramayana mendekonstruksi anggapan umum bahwa Walmiki adalah penulis utama epos Ramayana yang tidak mungkin namanya masuk dalam cerita . Secara tidak langsung asumsi tersebut juga meletakkan Seno Gumira Ajidarma sebagai penulis Ramayana dengan versinya, meskipun tetap mengadaptasi Ramayana karya Walmiki. Asumsi tersebut diperkuat novel karya Seno Gumira Ajidarma berjudul Kitab Omong kosong yang diakhiri dengan pengakuan Togog (mengaku sebagai penulis cerita) bahwa dirinya adalah orang yang tidak bisa bercerita dan memohon untuk pembaca untuk tidak membaca ceritanya.
Karakter tokoh Rama oleh SGA diubah, Rama yang dalam epos Ramayana dikenal sebagai sosok yang arif dan menjadi pelindung bagi rakyatnya, dalam novel Kitab Omong kosong justru menjadi seorang pengacau jaman yang melahirkan ribuan korban. Bahkan melalui kekejaman Rama itulah muncul tokoh Satya dan Maneka yang kemudian menjadi salah satu tokoh utama. Menggeser posisi tokoh Rama dan Sinta pada epos Ramayana pada umumnya.   
Alur Kitab Omong Kosong terbagi dalam tiga bab yang masing-masing babnya terdapat 7-23 bagian. Pola alur berdasar pada tiga bab tersebut adalah maju. Asumsi ini didasarkan pada bab pertama berisi cerita persembahan kuda, bab kedua berisi perjalanan Maneka hingga bertemu Satya kemudian keduanya mencari empu Walmiki, dan bagian terakhir bercerita tentang pencarian kitab omong kosong yang dilakukan Satya dan Maneka.
Pada bab pertama yang berjudul Persembahan Kuda alur perbagiannya membentuk pola flashback (maju-mundur). Cerita dimulai dari Satya melihat tim presentasi kuda menghancurkan desanya, 15 tahun sebelum pertunjukan kuda, pengusiran Sinta dari Ayodya, Sinta hidup bersama Walmiki, kekalahan pasukan berkuda oleh Lawa dan Kusa (anak Sinta), Lawa dan kusa diundang ke Ayodya bertemu dengan ayahnya (Rama), dan perjuangan Satya membangun desanya.
Presentasi kuda menjadi dekonstruksi awal cerita Ramayana yang pada umumnya menempatkan kelahiran Rama dan pertemuannya dengan Sinta sebagai awal cerita. Sehingga terlahirlah tokoh Satya dan Maneka yang mencari Walmiki untuk lepas dari alur yang menurut kedua tokoh tersebut sangat merugikan.
Sedangkan dalam bab kedua yang berjudul Perjalanan Maneka alur yang berkembang adalah maju karena tidak ada  flasback pada bab tersebut. Bab tersebut menceritakan rajah dipungung Maneka yang membawa kesengsaraan kepadanya, pertemuan Maneka dengan Satya, dan perjalanan keduanya mencari Walmiki. Di tengah perjalanan mencari Walmiki, mereka diberi peta letak Kitab Omong Kosong (yang merupakan puncak pengetahuan manusia oleh seseorang tidak dikenal).  Dalam pertemuannya dengan Walmiki, Walmiki merasa bersedih dan meminta Maneka mengubah nasibnya sendiri. 
Pada bagian kedua sangat terlihat Ramayana hanya diambil sebagian-sebagian untuk kemudian dijadikan bagian dari isi novel melalui teknik penceritaan cerita berbingkai, yaitu cerita yang tokohnya bercerita kepada tokoh yang lain, hingga di dalam cerita muncul cerita yang lain. Seperti cerita tentang munculnya tokoh Hanoman dalam novel melalui cerita Satya mengenai Cupu Astagina. Sehingga atmosfir yang ada dalam epos Ramayana tetap dirasakan pembaca dalam novel Kitab Omong kosong .
Bab ketiga novel Kitab Omong kosong memiliki alur maju karena seperti bab sebelumnya, dalam bab ketigapun tidak terdapat flasback . Bab ketiga mengisahkan perjalanan Satya dan Maneka mendapatkan Kitab Omong Kosong dan menafsirkannya, dan beberapa tokoh dalam Ramayana yang meminta ijin kepada Walmiki untuk keluar dari tempatnya.
Kitab  Omong  Kosong  merupakan kitab  tulisan Walikilia,  saat  seseorang mempelajari kitab tersebut maka ia menghemat waktu beberapa ratus tahun untuk mengembalikan peradaban yang telah dihancurkan oleh pasukan Ayodya atas nama persembahan kuda. Kitab tersebut terbagi dalam lima bagian yang tersebar di seantero benua dan yang menyebarkan kitab tersebut adalah Hanoman. Kitab Omong Kosong tidak ada dalam epos Ramayana, ia merupakan tambahan Seno Gumira Ajidarma.
Kitab Omong Kosong yang dicari Satya dan Maneka setelah Walmiki meminta Maneka mengubah nasibnya sendiri mendekonstruksi cerita utama merebut Sinta dari Rahwana sebagai makna tunggal.
Lima bagian kitab yang masing-masing berjudul Dunia Seperti Adanya Dunia, Dunia Seperti Dipandang Manusia, Dunia yang Tidak Ada, Mengadakan Dunia, dan Kitab Keheningan serta penafsiran Satya terhadap masing-masing bagian tidak nampak sebagai bagian dari cerita Ramayana, tetapi seperti kutipan pelajaran filsafat tentang cara memaknai hidup dan memandang dunia. Anggapan tersebut didasarkan pada munculnya pertanyaan-pertanyaan filosofi seperti apakah sesuatu yang ada itu benar-benar ada nampak pada kutipan di bawah ini:
... Segala sesuatu yang ada itu ada karena ada, pikir Satya, tapi benarkah begitu? Apakah Hanoman? Ia hanya ada dalam cerita Walmiki, namun ia telah melihatnya, bahkan sedang menggunakan sarungnya, sarung kotak-kotak hitam putih yang hanya digunakan oleh tiga nama dalam jagad pewayangan, yakni Batara Bayu, Hanoman, dan Bratasena (SGA, 2006:342).
Hal yang paling unik adalah cara Satya mendapatkan peta (dihujamkan ke pedati dengan anak panah oleh sosok yang tidak dikenal) dan letak kitab yang tidak masuk akal untuk Satya. 
Identitas novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma adalah sebagai berikut:
Judul karya sastra        : Kitab Omong Kosong
Pengarang                   : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit                       : Bentang
Tahun terbit                 : Cetakan 1, Juli 2004
                                      Cetakan 1 edisi II, Maret 2006
Daftar isi                     : I.        Presentasi Kuda
1.      Kuda Yang Berlari 
2.      Perempuang Mengandung Yang tersaruk-saruk 
3.      Gelembung Rahwana 
4.      Tulisan Walmiki 
5.      Seperti Laron Mendekati Api 
6.      Lawa Dan Kusa Menembangkan Ramayana 
7.      Moksa

                                      II.      Perjalanan Maneka
8.      Gambar Pembawa Petaka 
9.      Para Pengungsi 
10.   Jataka-Mala 
11.  Jejak Walmiki 
12.  Sriwara Trikalpa 
13.  Malaikat Berebut Sukma 
14.  Menempuh Jalan Pos 
15.  Tentang Kitab 
16.  Kisah Cupu Terlarang 
17.  Biddari Main Biola 
18.  Meditasi Cahaya 
19.  Hanoman Belajar Terbang 
20.  Labirin Durjana Alengka 
21.  Cincin Emas 22 Karat 
22.  Hanoman Membakar Alengka 
23.  Trijata Dan Dua Hanoman 
24.  Bandit-bandit gurun Thar 
25.  Hanoman Membuat Totem 
26.  Kisah Satya 
27.  BubukShah dan Gagang Aking 
28.  Hanoman dan Konser Empat Musim 
29.  Walmiki Di Pasar 
30.  Cahaya Mengusap tepian Mega

                                      III.     Kitab Omong Kosong
31.  Bertemu Hanoman 
32.  Dunia Seperti Adanya Dunia 
33.  Sungai Tubuh Mengalir Ke Samudra Jiwa 
34.  Sapi Benggala 
35.  Walmiki Berlayar 
36.  Dunia Seperti Di Pandang Manusia 
37.  Talamariam 
38.  Berdiskusi Tentang Pohon 
39.  Kapimoda 
40.  Hanoman Dirumah Pemulung 
41.  Tokoh-tokoh Mencari Walmiki 
42.  Dunia Yang Tidak Ada 
43.  Walmiki dan Tukang Pijat 
44.  Pria bersorban dan Ular Korba 
45.  Konten Tiga Titisan 
46.  Lembah Pintu Naga 
47.  Mengadakan Dunia 
48.  Kepergian Walmiki 
49.  Kitab keheningan 
50.  Hanoman Seda 
51.  Akhir sebuah Cerita 
52.  Pengakuan Togog

Sinopsis           : Novel ini adalah kisah tentang Satya dan Maneka, yaitu yang satu adalah rakyat biasa dan yang lain adalah pelacur di sebuah rumah bordil. Mereka dipertemukan nasib sehingga berpetualang bersama mencari Walmiki dan Kitab Omong Kosong, yang dipercaya berisi ilmu yang dapat menyelamatkan dunia dari ambang kehancuran. Cerita utama novel tersebut sudah pasti tidak terdapat dalam epos Ramayana yang ditulis oleh Walmiki. Sedangkan kisah Rama yang menyerang Rahwana karena telah menculik Sinta dalam epos Ramayana hanya menjadi sekadar pijakan dalam novel ini, yaitu sebagai latar belakang yang menimbulkan bencana di seluruh dunia. Dalam novel ini kita akan mempertemukan dengan Rama, Sinta, Hanoman, dan juga Walmiki, sang penulis Ramayana sendiri. Pemikiran-pemikiran lain dari para tokoh ini, juga karakter mereka yang sebenarnya, hanya bisa ditemukan di sini, dan bukan di dalam dongeng-dongeng yang selama ini kita baca dan dengar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar