KESINAMBUNGAN
SASTRA LAMA DAN SASTRA MODERN
Kesinambungan antara
sastra lama dengan sastra modern salah satunya adalah sastra modern merupakan
transformasi dari teks lama (saduran, penciptaan kembali cerita lama, dan
sebagainya). Contohnya adalah novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira
Ajidarma dengan epos Ramayana. Diantara kedua karya sastra tersebut terdapat
hubungan intertekstual, yaitu epos Ramayana sebagai hipogram atau hipoteks dan
novel Kitab Omong Kosong sebagai hiperteks. Novel Kitab Omong Kosong adalah
resepsi atau tanggapan dari epos Ramayana yang termasuk dalam karya sastra
dengan genre yang mengandung nilai humanistik, yaitu genre
sastra yang mengandung nilai kemanusiaan, menjunjung harkat dan martabat
manusia, serta menggambarkan situasi dan kondisi manusia dalam menghadapi
berbagai masalah. Hal tersebut tampak pada alur cerita Ramayana yang
mengisahkan berbagai pengalaman hidup manusia, seperti tragedi, maut, cinta,
harapan, loyalitas, kekuasaan, makna dan tujuan hidup, serta hal yang
transendental (bersifat kerohanian).
Nilai kemanusiaan yang
begitu tinggi dalam karya sastra klasik tersebut sering ditulis ulang (direproduksi)
oleh penulis generasi berikutnya, contohnya Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma (2004 dan 2006). Di
dalam novel tersebut Seno Gumira Ajidarma bahkan melakukan kritik atas feodalisme Jawa yang bersumber dari
Kitab Ramayana gubahan Empu Walmiki. Seno Gumira Ajidarma menghadirkan refleksi dengan menampilkan Togog sebagai penutup
cerita.
Seperti dikatakan pada
judulnya, novel ini bercerita tentang pencarian sebuah kitab yang dianggap
dapat menyelesaikan permasalahan seluruh umat manusia saat itu, yang sedang
berada dalam kehancuran dan kemunduran. Hubungannya dengan Ramayana adalah
bahwa semua kehancuran dan kemunduran umat manusia kala itu disebabkan oleh Persembahan
Kuda yang dilakukan Sri Rama karena kegundahan cintanya pada Sinta. Dikisahkan,
Persembahan Kuda, yaitu jutaan balatentara kuda yang terus berlari tanpa henti
dan memporakporandakan semua yang dilewatinya, telah meninggalkan jutaan korban
di seluruh pelosok anak benua. Salah satu korbannya adalah seorang pemuda
tanggung bernama Satya, yang kehilangan orang tua dan kampung halamannya. Singkat
cerita, Satya akhirnya terlibat secara tak sengaja dalam usaha penemuan Kitab
Omong Kosong yang dipercaya banyak orang dapat memberikan kekuasaan pada
pemiliknya itu. Hampir separuh novel ini bercerita tentang perjalanan Satya dan
Maneka, seorang pelacur yang ditemukannya secara tak sengaja dan akhirnya
menemaninya, menemukan lima bagian Kitab yang disembunyikan oleh Hanoman. Dalam
perjalanan menemukan kitab itu pula, Satya menyadari bahwa Kitab Omong Kosong
tidaklah memberikan kekuasaan seperti yang dikira orang-orang. Banyak pihak
saling bunuh demi mendapatkan kitab ini. Sementara Satya, setelah mempelajari
kitab itu, akhirnya tahu bahwa kitab itu hanyalah berguna jika dibaca,
dipikirkan, dan dipahami, serta diajarkan kembali.
Seno Gumira
Ajidarma melalui Kitab Omong Kosong ini telah berhasil
menawarkan sebuah prespektif baru mengenai epos Ramayana . Bahkan dalam novel tersebut diceritakan bila Walmiki yang
merupakan penulis epos Ramayana digugat oleh tokohnya dan beberapa tokoh minta ijin untuk
melepaskan diri dari alur yang disusun oleh Walmiki.
Berdasar pada asumsi di atas novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma merupakan pelopor
dekonstruksi epos Ramayana melalui novel, yaitu upaya membaca teks dengan menolak asumsi
bahwa ada makna tunggal dalam teks. Penulis melakukan itu memunculkan
makna yang justru ditenggelamkan oleh teks.
Seno
Gumira Ajidarma dalam novelnya berjudul Kitab Omong Kosong (2006) telah melakukan upaya
dekonstruksi terhadap epos Ramayana. Sebuah epos dari India tulisan
empu Walmiki yang telah melegenda di Indonesia (khususnya masyarakat Jawa). Novel tersebut berkisah tentang usaha Satya dan Maneka mencari
Walmiki untuk diubah nasibnya dan Kitab Omong Kosong untuk menyelamatkan
manusia dengan pengetahuan.
Sudut
pandang yang digunakan Seno Gumira Ajidarma dalam Kitab Omong Kosong adalah sudut pandang orang
ketiga Mahatahu. Dengan teknik penceritaan mirip
dengan gaya berceritanya tukang cerita, seperti yang nampak pada kutipan
berikut:
Para
pembaca sekalian, apa yang sebenarnya terjadi tidaklah tampak seperti tampaknya
(SGA, 2006:184).
Kisah
Subali dan Sugriwa yang sebetulnya sangat seru, akan dilanjutkan pada
kesempatan lain. Maafkanlah saya penulis yang
bodoh ini terpaksa berbuat begini, tekniknya kurang canggih, malas menulis,
kurang pengetahuan (SGA, 2006:195).
Cerita
Rama menghimpun kekuatan untuk menghancurkan Rahwana sang penguasa Alengka yang
pada epos Ramayana dijadikan sebagai cerita utama,
dalam novel Kitab Omong
Kosong justru hanya menjadi penguat atmosfir bahwa
cerita tersebut adalah adaptasi dari Ramayana. Sedangkan cerita utama adalah
perjalanan Maneka dan Satya mencari Walmiki dan Kitab Omong Kosong. Cerita dan tokoh yang tidak ditampilkan oleh
epos Ramayana.
Latar
tempat novel Kitab Omong Kosong berbeda jauh dengan Ramayana. Novel karya Seno Gumira
Ajidarma menunjukkan dengan detail latar India sebagai latar utama, seperti
yang nampak pada kutipan berikut:
"Pulang
ke Ayodya? Entahlah. Ibu sangat bahagia di tepi anak
Sungai Gangga. Kami tidak pernah tahu rumah
kami di Ayodya (SGA, 2006: 71).
...
Selama Satya berkisah tentang riwayat Sang Hanoman, pedati mereka merayapi
kota-kota Amritsar, Kapurthala, Faridkot, Dunga Bunga, sampai ke Hanumangar
(SGA, 2006: 240).
Beberapa
novel Kitab Omong Kosong di atas menunjukkan dekonstruksi epos Ramayana yang
dilakukan oleh Seno Gumira Ajidarma. Gaya bercerita yang terkadang
menampakkan penulisnya sebagai orang bodoh dalam bercerita membentuk penafsiran
baru, penulis epos Ramayana yang selama ini dikenal sebagai sosok yang sangat lihai bercerita
mengakui bahwa dirinya tidak pandai dalam bercerita. Sedangkan pada segi latar, SGA melakukan dekonstruksi berupa
tempat yang lebih membumi (khususnya bagi orang Indonesia yang tidak akrab
dengan daerah India) dengan menyebutkan nama beberapa tempat.
Bentuk
dekonstruksi epos Ramayana yang ada dalam novel Kitab Omong kosong juga terlihat dalam penokohan
dan alur. Dalam hal penamaan tokoh misalnya, novel karya
Seno Gumira Ajidarma ada tokoh tambahan Satya, Maneka, dan Walmiki yang
kemudian menjadi salah satu tokoh utama. Tetapi sebaliknya, dalam novel Kitab Omong kosong tidak disebutkan tokoh Prabu Dasarata dan Dewi Sukasalya yang
merupakan ayah dari Rama, Burung Jatayu yang mencoba menyelamatkan Sinta, dan
beberapa tokoh yang ada dalam perjalanan Rama membangun kekuatan untuk
menyerang Alengka .
Masuknya
Walmiki menjadi salah satu tokoh dan beberapa dialog dalam novel yang
menyebutkan bahwa tidak hanya Walmiki yang mengisahkan Ramayana mendekonstruksi
anggapan umum bahwa Walmiki adalah penulis utama epos Ramayana yang
tidak mungkin namanya masuk dalam cerita . Secara tidak langsung asumsi tersebut juga
meletakkan Seno Gumira Ajidarma sebagai penulis Ramayana dengan
versinya, meskipun tetap mengadaptasi Ramayana karya Walmiki. Asumsi tersebut diperkuat novel karya Seno Gumira Ajidarma
berjudul Kitab Omong
kosong yang diakhiri dengan pengakuan Togog (mengaku
sebagai penulis cerita) bahwa dirinya adalah orang yang tidak bisa bercerita
dan memohon untuk pembaca untuk tidak membaca ceritanya.
Karakter
tokoh Rama oleh SGA diubah, Rama yang dalam epos Ramayana dikenal
sebagai sosok yang arif dan menjadi pelindung bagi rakyatnya, dalam novel Kitab Omong kosong justru menjadi seorang pengacau jaman yang melahirkan ribuan
korban. Bahkan melalui kekejaman Rama itulah muncul
tokoh Satya dan Maneka yang kemudian menjadi salah satu tokoh utama. Menggeser posisi tokoh Rama dan Sinta pada epos Ramayana pada
umumnya.
Alur
Kitab Omong Kosong terbagi dalam tiga bab yang masing-masing babnya terdapat 7-23
bagian. Pola alur berdasar pada tiga bab tersebut adalah maju. Asumsi ini didasarkan pada bab pertama berisi cerita persembahan
kuda, bab kedua berisi perjalanan Maneka hingga bertemu Satya kemudian keduanya
mencari empu Walmiki, dan bagian terakhir bercerita tentang pencarian kitab
omong kosong yang dilakukan Satya dan Maneka.
Pada
bab pertama yang berjudul Persembahan
Kuda alur perbagiannya membentuk pola flashback (maju-mundur). Cerita dimulai dari Satya
melihat tim presentasi kuda menghancurkan desanya, 15 tahun sebelum pertunjukan
kuda, pengusiran Sinta dari Ayodya, Sinta hidup bersama Walmiki, kekalahan
pasukan berkuda oleh Lawa dan Kusa (anak Sinta), Lawa dan kusa diundang ke
Ayodya bertemu dengan ayahnya (Rama), dan perjuangan Satya membangun desanya.
Presentasi
kuda menjadi dekonstruksi awal cerita Ramayana yang pada umumnya menempatkan
kelahiran Rama dan pertemuannya dengan Sinta sebagai awal cerita. Sehingga terlahirlah tokoh Satya dan Maneka yang mencari Walmiki
untuk lepas dari alur yang menurut kedua tokoh tersebut sangat merugikan.
Sedangkan
dalam bab kedua yang berjudul Perjalanan
Maneka alur yang berkembang adalah maju karena tidak
ada flasback pada bab tersebut. Bab tersebut menceritakan rajah
dipungung Maneka yang membawa kesengsaraan kepadanya, pertemuan Maneka dengan
Satya, dan perjalanan keduanya mencari Walmiki. Di tengah perjalanan mencari Walmiki, mereka diberi peta letak
Kitab Omong Kosong (yang merupakan puncak pengetahuan manusia oleh seseorang
tidak dikenal). Dalam pertemuannya dengan
Walmiki, Walmiki merasa bersedih dan meminta Maneka mengubah nasibnya sendiri.
Pada
bagian kedua sangat terlihat Ramayana hanya diambil sebagian-sebagian untuk kemudian dijadikan bagian
dari isi novel melalui teknik penceritaan cerita berbingkai, yaitu cerita
yang tokohnya bercerita kepada tokoh yang lain, hingga di dalam cerita muncul
cerita yang lain. Seperti cerita tentang
munculnya tokoh Hanoman dalam novel melalui cerita Satya mengenai Cupu
Astagina. Sehingga atmosfir yang ada dalam epos Ramayana tetap
dirasakan pembaca dalam novel Kitab Omong kosong .
Bab
ketiga novel Kitab Omong kosong memiliki alur maju karena seperti bab sebelumnya, dalam bab
ketigapun tidak terdapat flasback . Bab ketiga mengisahkan
perjalanan Satya dan Maneka mendapatkan Kitab Omong Kosong dan menafsirkannya,
dan beberapa tokoh dalam Ramayana yang meminta ijin kepada Walmiki untuk keluar dari tempatnya.
Kitab Omong Kosong merupakan kitab tulisan Walikilia, saat seseorang mempelajari
kitab tersebut maka ia menghemat waktu beberapa ratus tahun untuk mengembalikan
peradaban yang telah dihancurkan oleh pasukan Ayodya atas nama persembahan
kuda. Kitab tersebut terbagi dalam lima bagian yang
tersebar di seantero benua dan yang menyebarkan kitab tersebut adalah Hanoman. Kitab Omong Kosong tidak ada dalam epos Ramayana, ia merupakan tambahan Seno
Gumira Ajidarma.
Kitab
Omong Kosong yang dicari Satya dan Maneka setelah Walmiki meminta Maneka
mengubah nasibnya sendiri mendekonstruksi cerita utama merebut Sinta dari
Rahwana sebagai makna tunggal.
Lima
bagian kitab yang masing-masing berjudul Dunia Seperti Adanya Dunia, Dunia Seperti Dipandang Manusia, Dunia yang
Tidak Ada, Mengadakan Dunia, dan Kitab Keheningan serta penafsiran Satya terhadap masing-masing bagian tidak nampak
sebagai bagian dari cerita Ramayana, tetapi seperti kutipan pelajaran filsafat tentang cara memaknai
hidup dan memandang dunia. Anggapan tersebut didasarkan
pada munculnya pertanyaan-pertanyaan filosofi seperti apakah sesuatu yang ada
itu benar-benar ada nampak pada kutipan di bawah ini:
...
Segala sesuatu yang ada itu ada karena ada, pikir Satya, tapi benarkah begitu? Apakah Hanoman? Ia hanya ada dalam cerita
Walmiki, namun ia telah melihatnya, bahkan sedang menggunakan sarungnya, sarung
kotak-kotak hitam putih yang hanya digunakan oleh tiga nama dalam jagad
pewayangan, yakni Batara Bayu, Hanoman, dan Bratasena (SGA, 2006:342).
Hal
yang paling unik adalah cara Satya mendapatkan peta (dihujamkan ke pedati
dengan anak panah oleh sosok yang tidak dikenal) dan letak kitab yang tidak
masuk akal untuk Satya.
Identitas novel Kitab Omong Kosong
karya Seno Gumira Ajidarma adalah sebagai berikut:
Judul karya sastra :
Kitab Omong Kosong
Pengarang :
Seno Gumira Ajidarma
Penerbit :
Bentang
Tahun terbit :
Cetakan 1, Juli 2004
Cetakan 1 edisi II, Maret 2006
Daftar isi :
I. Presentasi Kuda
1.
Kuda Yang Berlari
2.
Perempuang Mengandung Yang tersaruk-saruk
3.
Gelembung Rahwana
4.
Tulisan Walmiki
5.
Seperti Laron Mendekati Api
6.
Lawa Dan Kusa Menembangkan Ramayana
7.
Moksa
II. Perjalanan
Maneka
8.
Gambar Pembawa Petaka
9.
Para Pengungsi
10. Jataka-Mala
11. Jejak
Walmiki
12. Sriwara
Trikalpa
13. Malaikat
Berebut Sukma
14. Menempuh
Jalan Pos
15. Tentang
Kitab
16. Kisah
Cupu Terlarang
17. Biddari
Main Biola
18. Meditasi
Cahaya
19. Hanoman
Belajar Terbang
20. Labirin
Durjana Alengka
21. Cincin
Emas 22 Karat
22. Hanoman
Membakar Alengka
23. Trijata
Dan Dua Hanoman
24. Bandit-bandit
gurun Thar
25. Hanoman
Membuat Totem
26. Kisah
Satya
27. BubukShah
dan Gagang Aking
28. Hanoman
dan Konser Empat Musim
29. Walmiki
Di Pasar
30. Cahaya
Mengusap tepian Mega
III. Kitab
Omong Kosong
31. Bertemu
Hanoman
32. Dunia
Seperti Adanya Dunia
33. Sungai
Tubuh Mengalir Ke Samudra Jiwa
34. Sapi
Benggala
35. Walmiki
Berlayar
36. Dunia
Seperti Di Pandang Manusia
37. Talamariam
38. Berdiskusi
Tentang Pohon
39. Kapimoda
40. Hanoman
Dirumah Pemulung
41. Tokoh-tokoh
Mencari Walmiki
42. Dunia
Yang Tidak Ada
43. Walmiki
dan Tukang Pijat
44. Pria
bersorban dan Ular Korba
45. Konten
Tiga Titisan
46. Lembah
Pintu Naga
47. Mengadakan
Dunia
48. Kepergian
Walmiki
49. Kitab
keheningan
50. Hanoman
Seda
51. Akhir
sebuah Cerita
52. Pengakuan
Togog
Sinopsis : Novel
ini adalah kisah tentang Satya dan Maneka, yaitu yang satu adalah rakyat biasa
dan yang lain adalah pelacur di sebuah rumah bordil. Mereka dipertemukan nasib
sehingga berpetualang bersama mencari Walmiki dan Kitab Omong Kosong, yang
dipercaya berisi ilmu yang dapat menyelamatkan dunia dari ambang kehancuran. Cerita
utama novel tersebut sudah pasti tidak terdapat dalam epos Ramayana yang ditulis oleh Walmiki.
Sedangkan kisah Rama yang menyerang Rahwana karena telah menculik Sinta dalam
epos Ramayana hanya menjadi
sekadar pijakan dalam novel ini, yaitu
sebagai latar belakang yang menimbulkan bencana di seluruh dunia. Dalam
novel ini kita akan mempertemukan dengan Rama, Sinta, Hanoman, dan juga
Walmiki, sang penulis Ramayana sendiri. Pemikiran-pemikiran lain dari para
tokoh ini, juga karakter mereka yang sebenarnya, hanya bisa ditemukan di sini,
dan bukan di dalam dongeng-dongeng yang selama ini kita baca dan dengar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar